"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

20 September 2011

Peran Carrier dalam Jaringan Konservasi Alam

Carrier atau pembawa sifat adalah individu-individu yang memiliki kemampuan dan atau panggilan untuk menularkan beberapa sifat tertentu kepada seseorang atau beberapa orang dalam setiap perjumpaannya. “Penularan” sifat-sifat ini dilakukan baik dengan sengaja (sadar) maupun tanpa sengaja (tidak sadar), yang dilakukannya ketika berinteraksi dengan siapapun yang dijumpainya. Apalagi apabila ia si pembawa sifat tersebut dengan sadar membangun upaya yang terstruktur untuk dengan sengaja menularkan “virus” tersebut kepada target tertentu.

Kita menyadari bahwa teknologi informasi telah membawa kita menjadi “one big family”, dan dunia hanya menjadi sekedar “one big village”. Mari kita ambil contoh nyata. Dengan bantuan “Google Engine”, saya ternyata mendapatkan 18.300 artikel, buku, dan semua hal-hal yang tekait dengan dua kata: “konservasi” dan “wiratno”, dalam 0,20 detik! Teknologi informasi membuat jarak menjadi hampir tidak berarti lagi. Dengan bantuan Bisro Sya'bani-mantan staf saya di TN Gunung Leuser (2005-2007), saya dibuatkan blog. Tujuan utama dan satu-satunya agar saya bisa menyebarkan berbagai ide, gagasan, pendapat, analisi, dialog, dan sebagainya yang pernah saya lakukan, kepada semua pengguna internet dimanapun ia berada, di seluruh penjuru dunia. Blog yang berisi lebih dari 10 artikel dan resensi buku, itu telah dikunjungi 3.386 visitor. Antara tanggal 12-17 September 2011 dikunjungi 65 visitor yang dipetakan dalam peta dunia melalui program ClustrMaps. Menariknya, di antara visitor blog itu, ada yang dari Mountain View-California, Colorado Spring, New York, dan Miami Florida.

Saya tidak mengetahui prosesnya seperti apa. Yang jelas, IT telah membantu penyebaran gagasan,pendapat, diskursus, data dan informasi dengan kecepatan setingkat “second” atau detik. Hal yang tidak akan pernah terjadi 10-15 tahun yang lalu. Bahkan kejadian di belahan dunia lain dapat disaksikan dengan real-time di belahan lainnya. Pola tradisional dengan penerbitan buku/hard copy tidak akan pernah mampu mencapai khalayak dengan kecepatan seperti itu. Walaupun kita menyadari peran buku tidak akan pernah tergantikan dengan media digital tersebut.

Generasi C 


Kekuatan IT sebagai “carrier” dalam arti fisik dan sebenarnya telah terbukti nyata. Semestinya tingkat kesadaran akan semakin meningkat dengan cakupannya yang tentu sangat beragam, bukan saja tertuju pada pangsa pasar tertentu, tetapi dapat menyentuh siapapun yang berhubungan dengan internet.

Sangat menari membaca buku Rhenald Kasali, berjudul “Cracking Zone” yang diterbitkan oleh RumahPerubahan bekerjasama dengan Gramedia (2010). Tentu ulasan di dalamnya akan penulis kaitkan Gen-C sebagai “Carrier” dan dalam hubungan perannya merubah arah Konservasi Alam di Indonesia. Bagaimana sikap kita dalam mengelola kawasan konservasi dalam dunia yang sudah berubah dengan cepat, dimana lahir generasi yang disebut oleh Rhenald Kasali sebagai ‘Generasi C”, istilah yang pertama kali diperkenalkan oleh seorang peneliti dari Australia, Dan Pankraz. Generasi “C” dapat berarti content, connected, digital creative, cocreation, customize, curiousity, dan cyborg. C bisa berarti juga cyber, cracker, dan chameleon atau bunglon. Saya ingin memperluas interpretasi Generasi C juga dapat disebut sebagai “carrier”, sang pembawa pesan yang didalamnya mengandung sifat-sifat tertentu yang berisi kesadaran tertentu akan pentingnya melindungi lingkungan, pola hidup hemat dan berbagai macam sikap mental yang pro-lingkungan menjadi content yang ditularkan, yang akhirnya mempengaruhi sikap mental, cara berfikir dan berperilaku yang mencerminkan kepeduliannya akan kelestarian habitat manusia di bumi, dalam arti seluas-luasnya .

Gen C adalah generasi yang lahir di era teknologi informasi super canggih. Kasali menguraikan bahwa menurut survai Yahoo!, pengguna di Indonesia pada akhir tahun 2008 telah mencapai 24,5 juta orang dan 15 juta di antaranya mengakses lewat mobile divice. Sekarang ketika handset dapat digunakan untuk mengakses dan menggunakan internat, pengguna internet bertambah berlipat-lipat. Di XL sepanjang tahun 2009, pengguna internet broadband meningkat 269%; Telkomsel melonjak 165% dan di Indosat naik 100%. Pada akhir tahun 2009, Indonesia menempati urutan ke-5 pengguna facebook dan blog. Pada bulan Agustus 2010, pengguna facebook telah di posisi ketiga, menggeser Prancis dan Italia. Blogger Indonesia berjumlah 600 ribu di tahun 2008 dan kini telah mencapai 1 juta.

Walaupun blogger Indonesia telah mencapai 1 juta orang, namun penulis yakin apabila jumlah blogger yang menggumuli bidang lingkungan hidup dan atau konservasi alam tidak lebih dari 5% dari jumlah tersebut. Selalu, orang-orang yang peduli lingkungan menjadi sekedar kelompok minoritas. Hal ini harus dirubah. Harus semakin banyak kelompok-kelompok pemerhati lingkungan, pakar, praktisi, dan konek ke jaringan-jaringan digital dengan ukuran kecepatan per sekian detik dalam mencapai tujuannya.

Peran “Carrier

Kendaraan yang berupa IT telah tersedia. Semestinya memang harus kita manfaatkan untuk membangun kesadaran dan penyadaran multipihak-multilayer yang dapat mengabaikan distance dan time. Dua faktor yang selalu menjadi penghambat tersebarnya data dan informasi. Tentu saja masih terdapat wilayah di Indonesia yang bleum terjangkau koneksi IT tersebut. Namun ke depan, akan semakin terbuka peluang interkoneksi di hampir seluruh pelosok Indonesia.

Carrier yang penulis maksud dalam artikel ini bukan hanya sebagai “pembawa” pesan melalui perangkat IT. Perannya lebih dari sekedar pembawa pesan. Sebagaimana dalam ilmu genetika, ‘carrier” adalah si pembawa sifat-sifat yang akan diturunkan kepada keturunannya. Carrier berperan dalam membantu membangun kesadaran melalui simpul-simpul jaringan (net). Ketika simpul-simpul yang disentuh oleh si pembawa sifat tersebut adalah simpul yang tepat, pada posisi,peran, dan waktu yang tepat, maka perubahan (change) menuju perbaikan di berbagai tingkatan, akan berlangsung dengan tempo yang lebih cepat.

“Theory U” sebagai Kendaraan

Sebuah teori yang dikembangkan oleh Dr.Otto Shcrammer dari MIT-Boston, adalah sebuah kendaraan yang penulis nilai cukup tepat apabila digunakan untuk menganalisis suatu hipotesa sebagai berikut : “bahwa penggunaan IT dalam membangun kesadaran kolektif baru pada tingkatan awal atau pada tahap “downloading” tidak mencukupi apabila tidak didukung dengan proses lanjutannya pada tahap SeeingSensingPresencingVisioning Prototiping Performing atau results achievements”.

Maka, para pihak yang telah membaca berbagai artikel dalam blog: konservasiwiratno.blogspot.com baru menapaki tahapan pertama, yang dalam Theory U disebut sebagai proses downloading. Proses mengunggah data atau informasi. Walaupun demikian, tahapan ini tetaplah sangat penting dalam memperoleh bukan saja data, informasi, tetapi juga “knowledge” suatu pengetahuan atau diskursus baru yang terbuka untuk diperdebatkan. Maka sebuah artikel menarik akan merangsang si pembaca untuk melakukan olah pikir dan olah rasa. Ia bisa saja berhubungan dan membangun debat yang konstruksi dengan si blogger. Blogger senior dalam arti substansi, tentu menyimpan zip-file puluhan tahun tentang suatu disiplin ilmu tertentu atau pengalaman lapangan yang luas, mendalam, dan beragam. Ketika dapat dibangun komunikasi intensif, kesepahaman, dan bahkan mulai dapat dibangun suatu trust, suatu tingkat kepercayaan, maka tidak mustahil zip-file si blogger yang sudah puluhan tahun mengendap di kepala dan jiwanya, dapat atau biasanya di-passed on atau dibagikan kepada si penerima (reciever) tersebut. Dalam hal ini, maka tercapai dua keuntungan: Pertama, tongkat estafet mulai diserahterimakan dari generasi tua kepada generasi yang lebih muda, sehingga berbagai pengalaman berharga (baca: keberhasilan dan kegagalan) diserahkan, dibagikan, dan dianalisis bersama. Dengan demikian, generasi yang menerima transfer pengalaman itu bisa belajar dan tidak akan mengulang kesalahan yang sama yang terjadi di masa lalu. Kedua. Terjadi hubungan emosional bukan sekedar sambung pikir (open mind), tetapi secara bertahap mulai terjadi sambung rasa (open heart). Dari kedua proses tersebut, maka si penerima akan didorong atau terdorong untuk melakukan action yang berlanjut ke sistem berantai melalui simpul-simpul jaringannya. Suatu aksi atau tindakan bersama (movement) untuk melakukan suatu perubahan (change). Inilah tingkat kesadaran (awareness) yang mulai tumbuh yang sebenarnya didasari oleh kemauan atau kehendak melakukan perubahan. Pada tindakan yang didasarkan atas kesadaran ini didorong oleh suatu “open will”.

Di banyak kasus, seseorang sudah mencapai situasi “open mind” dan open heart” namun berhenti saja pada level ini. Ia tahu, ia faham, tetapi tidak mau melakukan tindakan nyata (suatu action) untuk memperbaiki atau mengubah keadaan. Motifnya memang beragam. Mungkin di level ini di mana open will-nya belum terjadi, karena memang niat melakukan sesuatu untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, memerlukan keterbukaan hati; perlu menghadirkan kembali (presencing) atau connectiong to source, dengan pertanyaan: “ siapa saya?” mau kemana saya?” dan apa panggilan hidup saya?” Theory U, menyampaikan pertanyaan : “What is my personal calling?” Apa panggilan hidup saya selaku pribadi maupun selaku profesional di bidang tertentu. Apa panggilan hidup saya sebagai konservasionis? Sebagai rimbawan?

Salah satu peranan seorang sebagai “Carrier” adalah kemampuan seseorang yang mampu dengan cara dan motifnya sendiri untuk mendorong, membuka, merangsang suatu keadaan atau suasana yang kondusif akan munculnya proses awal munculnya kesadaran si penerima pesan atau umpan tersebut, untuk mulai bertanya pada dirinya, dengan pertanyaan : “What is my personal calling as a conservationist, as a forester….?” Dalam tahapan ini, tentu peranan Tuhan, Allah swt, Yang Maha Agung, Yang Maha Berkendah, Yang Maha Mengetahui, sangat sentral. Dalam Theory U ini disebut sebagai precensing atau connecting to source. Maka, peranan Carrier sebenarnya sekedar membantu si penerima tongkat estafet tersebut untuk mendapatkan jalannya yang lebih mudah, tidak lagi meraba-raba dalam kegelapan yang tak menentu. Maka seorang Carrier, bukan saja sekedar membagikan data dan informasi. Ia mengalirkan spirit, ia menyampaikan semangat, mencangkokkan “pesan” tersembunyi dari proses aliran data dan infmormasi itu. Carrier bukan sekedar hardware, ia lebih berperan sebagai sofware. Setiap perjumpaan adalah sudah diatur oleh Tuhan.

Perjumpaan antara Carrier dan Reciever sudah diatur-Nya. Kita menyadari bahwa Allah swt tidak bermain dadu dalam setiap gerak dan penciptaan dunia. Maka, tak akan selembar daun jatuh di belantara tanpa seijin-Nya. Carrier laksana the Massanger, si pembawa “pesan”, si pembawa “wahyu” atau “bisikan” dari atas, dan atas dasar kesadarannya, untuk disampaikan kepada publik. Maka, Carrier laksana pula seorang pendakwah. Pendakwa konservasi, mempraktikkan konservasi sebagai bagian dari setiap helaan nafas dan langkahnya. Maka, berbahagialah menjadi si pembawa pesan tersebut. Melalui simpul jaringan yang tepat, maka di Abad Informasi seperti saat ini, dalam hitungan detik, pesan telah sampai ke si penerima. Metode ini telah lama diadopsi oleh ESQ-165, yaitu menyampaikan pesan dakwah melalui pesan singkat. Penulis menerima pesan ESQ-165 sejak sebulan yang lalu dari simpul ESQ-165 di Lampung, setiap pagi, sehingga seperti selalu dibuat terjaga dan merenungkan setiap selesai membaca kiriman tersebut.

Manusia-manusia yang bekerja di konservasi alam, dan para penyelamat-penyelamat lingkungan, telah lama bekerja atas dasar kesadaran. Prof Yohanes menyatakan apabila kita bekerja dengan kesadaran maka terjadilah apa yang ia sebut sebagai “mestakung” atau “semesta mendukung”. Ide, kerja, dan niat baik kita akan mendapatkan dukungan dari semesta alam, sebagaimana diuraikan oleh Eckhart Tolle (2005), akan connected to universal intelligent, akan mendapatkan berkah dari Tuhan, yaitu bekerja dengan modal tiga hal: acceptance, enjoyment, dan enthusiasm.

Percepatan Koneksitas Antar Generasi

Kita mengetahui bahwa kepentingan menyelamatkan konservasi alam menunjukkan skala waktu lintas generasi. Berarti 50 tahun, 100 tahun. Kepentingan politik hanya 5 tahun, maksimal 10 tahun. Penyelamatan alam untuk kepentingan bukan hanya manusia (antroposentrisme) tetapi untuk demi mahluk lainn di muka bumi ini yang sebenarnya akhirnya juga untuk kepentingan manusia namun manusia selalu arogan untuk mengakuinya (ekosentrisme).

Maka isu kunci dalam konservasi alam adalah bagaimana melakukan percepatan regenerasi di antara pelaku-pelaku konservasi alam itu. Sang Carrier harus melakukan percepatan “penyerahan tongkat estafet” kepada si penerima yaitu generasi yang lebih muda. Sekali lagi berdasarkan ilmu jaringan, maka tongkat estafet harus diberikan kepada simpul yang tepat (tepat posisi, tepat waktu, dan tepat lokasi). Simpul yang tepat akan mempercepat proses penerimaan spirit, atau pesan kunci yang disampaikan, dakan akan semakin cepat disebarkan kepada simpul-simpul di bawah dan di sampingnya sehingga akan terbangun jejaring kesadaran multipihak, multisektor, dan multilayer. Layer kesadaran yang terus dirawat inilah yang akan menjadi cikal bakal dan fondasi baru untuk kebijakan yang lebih baik, lebih pro-lingkungan, yang diharapkan akan mampu mengurangi kecepatan kerusakan alam yang lari dengan deret ukur itu. Sementara collective action yang berusaha mencegah kerusakan lingkungan hanya mampu bergerak di tataran deret hitung, terseok-seok, diskontinyu, terfragmentasi, dan seringkali menjadi sasaran adu domba sehingga seringkali gagal bahkan pada tataran awal penyiapan kebijakan atau rencana aksi lapangan. Melalui “Carrier” dan network konservasi alam, masih harapan lahirnya gelombang baru upaya-upaya kolektif penyelamatan sumberdaya alam untuk kemaslahatan umat manusia itu sendiri, termasuk generasi yang akan datang dimana mereka menitipkan sumberdaya alam itu kepada generasi saat ini: Generasi C.***

*) ide artikel ini mencuat setelah pertemuan tentang ide dibangunnya sebuah “Knowledge Center for Nature Conservstion” (KCNC) di Juanda 15 Bogor, yang dihadiri oleh tokoh2 muda konservasi, seperti Agus Mulyana, Suer Surjadi, Ratna Hendratmoko, Nurman Hakim, dan Iwan Setiawan.Mereka adalah anggota Kelompok Kerja Penanganan Perambahan di Kawasan Konservasi, dna merupakan “prominent person” di bidangnya masing-masing.


Daftar Rujukan

Rhenald Kasali., 2011. Cracking Zone. Bagaimana Memetakan Perubahan di Abad 21 dan Keluar Dari Perangkap Comfort Zone. Rumah Perubahan.

C.Otto Scharmer Otto. 2006, Theory U. The Society for Organizationla Learning, MIT. Cambridge, MA.02141.USA.

Tolle., E.,2005. A New Earth. Create A Better Life. Michael Joseph an Imprint of Penguin Books.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar