"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

25 Juni 2012

Dr. Agus Trianto dan Peran “Science” &“Technology” di Kawasan Konservasi Perairan NTT

Jangan pernah mengabaikan riset-riset khususnya yang dilakukan oleh pakar yang datang di wilayah kerja kita. Pertama, kita harus kritis terhadap apa yang akan mereka lakukan, dengan mencermati proposal penelitiannya. Ketika saya pertama kali bertugas di NTT, dengan segala keterbatasan dan interest saya, tidak pernah terbayangkan akan riset-riset kelautan yang sangat menarik dan menjanjikan. Yosi adalah staf dengan latar belakang perikanan yang tentu dekat sekali dengan ilmu-ilmu kelautan. Maka hobinya tak jauh dari laut. Kawasan perairan di bawah kelola BBKSDA NTT, seperti di TWA Teluk Kupang, TWA Teluk Maumere, TWA 17 Pulau Riung, merupakan hal-hal baru. Cerita tentang penyelaman, snorkeling dan keindahan bawah lautnya, baru sekedar cerita indah juga sudah puas dengan melihat foto-foto terumbu karangnya itu.

Adalah suatu siang yang terik, saya kedatangan tamu yang diantar Yosi. Ia memperkenalkan diri sebagai Dr Agus Trianto,MT,MSc,PhD. Dengan pembawaan yang bersahaja, ia sedikit menceritakan  rencana penyelaman di Teluk Kupang yang akan didampingi Yosi. Saya masih belum faham, namun insting mengatakan riset ini harus didukung. Tentang sponge, saya tidak faham sama sekali. Setelah mereka melakukan penyelaman dan hasilnya dipresentasikan di depan staf BBKSDA NTT, kebetulan saya tidak bisa hadir, dilaporkan oleh P Arief Mahmud, bahwa sangat menarik apa yang dilakukan dan ilmu yang dikuasai Pak Agus ini. Ia pakar yang berbicara soal-soal kimia molekuler sumberdaya hayati laut, nano teknologi, yang membuat semua terperangah. Tidak faham juga sekaligus sangat menarik, tentang sponge dan terumbu karang. Hanya Yosi saja yang tahu soal ilmu bawah laut ini.

15 Juni 2012

Dua Minggu yang Tak Terlupakan (Catatan Perjalanan Flying Team ke Taman Wisata Alam Laut 17 Pulau Riung)


Ditulis oleh: Aminah*


Flying team bahasa keren dari sebuah tim yang telah dibekali keahlian khusus dan diterbangkan atau didatangkan ke resort untuk melakukan transfer informasi dan melakukan pembelajaran secara bersama-sama dengan staf di lapangan dan masyarakat serta berbagai stakeholder yang terkait dalam melakukan pemotretan kondisi kawasan dengan alat berupa tally sheet. Pemotretan kondisi kawasan dilakukan secara keseluruhan dengan cara  pengamatan langsung maupun  dengan menggali informasi dari wawancara bersama dengan tokoh setempat.

Gambaran ini yang terekam di pikiran pertama kali ketika diminta untuk melaksanakan tugas sebagai flying team bersama dengan Mas Yosi (Isai Yusidarta) ke Taman Wisata Alam Laut (TWAL) 17 Pulau Riung. Selain perasaan senang karena sesuatu yang sangat jarang bisa melihat langsung lapangan. Keseharian lebih banyak berkutat dengan administrasi kantor.

Waktu persiapan sangat singkat dan terbatas sehingga tim kami berdiskusi singkat mengenai apa yang akan dilakukan di lapangan. Kami menyoroti pengamanan kawasan perairan berkaitan dengan riwayat kasus yang pernah terjadi di TWAL 17 Pulau Riung. Maka Mas Yosi menyusun Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK). Kami juga membekali diri dengan kamera, beberapa lembar tally sheet, peta kawasan dan GPS hasil pinjaman dari seorang teman di BPKH XVI (terima kasih Dede).  Tim kami sangat suka dengan keindahan bawah laut jadi tak ketinggalan membawa peralatan snorkeling.

13 Juni 2012

“Unconscious Incompetence” dan RBM++

WiratnoFoundation

Unconscious Incompetence atau “ketidaksadaran akan ketidakmampuan” adalah judul sebuah artikel pada rubrik “Wisdom in the Air”, dari majalah LionMag, Edisi Juni 2012. Sekilas, sangat menarik membaca uraiannya dan penulis langsung teringat dengan Resort-Based Management (RBM), suatu upaya untuk mengembalikan spirit kerja di lapangan dari para pekerja konservasi, staf UPT TN dan UPT Balai KSDA di seluruh Indonesia

Definisi RBM++

Pemahaman tentang RBM dan RBM++ memang masih sangat beragam dan bahkan bisa membingungkan, baik itu di tingkat staf di Resort, di Seksi Wilayah, Bidang Wilayah, tenaga fungsional  (PEH, Polhut, Penyuluh), bahkan di tingkat Kepala Balai, dan Kemungkinan besar termasuk di tingkat Jakarta. Penyebabnya memang beragam, dan definisi dan cakupan RBM/ RBM++ ini memang terus berkembang, sejak 2007 (penulis menjadi Kepala Balai TN Gunung Leuser); Pak Hartono menjadi Kepala TN Alas Purwo (2007 - 2009); sementara itu ada TN Gunung Halimun Salak, yang didampingi oleh JICA dalam membangun infrastruktur dan melakukan inventory keragaman hayati kawasan (lebih dari 15 tahun) yang menjadi cikal bakal RBM TNGHS ketika Pak Bambang Suprijanto menjadi Kepala TN nya; TN Gunung Gede Pangrango -y ang telah lama mengembangkan konsep kelola di tingkat resort; juga ada TN Komodo, yang telah lama pula melakukan model shift ke resort (20 hari dalam 1 bulan, dan kini 10 hari dalam sebulan); serta TN Ujung Kulon yang semasa Ir.Tri Wibowo, patroli tertutup, sehingga setiap periode tertentu resort digantikan oleh staff baru, dan staff di resort tersebut bergerak ke arah resort berikutnya.

11 Juni 2012

Peran Flying Team dalam RBM++ [Part-1/TWAL 17 Pulau Riung]*

Flying Team (FT) adalah suatu tim yang dibentuk oleh Balai (Besar) KSDA NTT untuk mendukung pelaksanaan Resort Based Management (RBM). FT terdiri dari tenaga fungsional, pada umumnya PEH yang berada di kantor Balai Besar. Mereka para sarjana yang kalau tidak sering diterjunkan ke lapangan, akan menghadapi banyak persoalan personal dan merugikan organisasi. Persoalan personal yang mereka hadapi adalah semakin tidak jelasnya identitas mereka karena tidak tahu ilmu dan keahlian apa yang perlu mereka tekuni. Sebagian mereka menjadi staf dari Seksi P2, P3, di Bagian Kepegawaian, Bagian Umum, dan bahkan direkrut menjadi anggota Tim Keproyekan, atau menjadi sekretarisnya Kepala Balai. Sementara itu, di Bidang Wilayah dan Seksi dan Resort kekurangan tenaga pemikir, atau sekedar tenaga yang membuat kantor bisa berjalan untuk mendukung kegiatan minimal.

FT diturunkan ke resort-resort yang saat ini sedang melakukan pengumpulan data melalui RBM, dalam jangka waktu 1 sampai 2 minggu. Sebelum ke lapangan, mereka harus menyiapkan rencana kerja detil tentang apa yang akan dilakukan selama 2 minggu di lapangan tersebut. Kepala Seksi P3 - yang bertanggungjawab mengkoordinasikan RBM di bawah pengawasan Kabid Teknis BBKSDA, memfasilitasi proses persiapan ini. Persiapan di kantor BBKSDA dilakukan melalui proses “downloading” dalam Teori U, yaitu mengumpulkan data dan informasi sekunder bersumber dari laporan-laporan, hasil survai, hasil perjalanan Ka Balai Besar ke resort-resort yang dilakukan sebelumnya (disebut sebagai window survey, survai cepat). Expert judgement dalam window survey ini memberikan clue, atau petunjuk tentang hal-hal sensitif yang perlu kehati-hatian dan short list tentang persoalan prioritas yang perlu didalami oleh Tim RBM dan FT nantinya. FT juga harus berkonsultasi dengan Tim GIS/ RBM di BBKSDA, yang akan memberikan bahan-bahan seperti peta (citra) yang telah dilengkapi dengan grid, dan bahan-bahan lainnya yang mereka perlukan di resort nantinya.