"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

30 Juli 2012

Kronologi Pengukuran Hutan Tutupan Sokoria (RTK.52) Kini Menjadi Taman Nasional Kelimutu


Oleh:  Gae Pius - Staf PPA Kelimutu, 1982

Sejarah Kawasan
Kawasan Taman nasional Kelimutu awalnya adalah Hutan Lindung/ Hutan Tutupan Sokoria (RTK.52) yang ditetapkan sejak zaman penjajahan Belanda yang diukur dan dikukuhkan lagi oleh Balai Planologi Singaraja pada tahun 1983/1984.

Kepanitiaan
Panitia tata batas adalah Bupati Kepala Daerah Tk. II Ende sebagai Ketua dan Dinas Kehutanan Kabupaten Ende sebagai Sekretaris merangkap Anggota sedangkan anggota-anggotanya adalah dinas instansi terkait di Daerah Tk. II Ende, Sub Balai PPA Nusa Tenggara Timur.

Persiapan
1.     Pengumuman Bupati Ende melalui Radio Pemerintahan Daerah ( RPD ) Ende
2.     Pembuatan/pencetakan pilar batas di Ende oleh Tim Planologi Singaraja Bali.
3.   Pengiriman pilar batas ke desa-desa yang berbatasan dengan kawasan yang akan dilakukan pengukuran sebelum pelaksanaan pengukuran.

26 Juli 2012

SituationRoom


Nilai-nilai RBM

Resort-Based Management atau RBM, suatu kebijakan Ditjen PHKA yang dimuat dalam Renstra Ditjen PHKA 2010-2014,  memerintahkan bahwa 50 taman nasional dikelola berbasiskan resort. Saat ini pedoman “Pengelolaan Taman Nasional Berbasis Resort” sedang dalam proses finalisasi, dan kemungkinan akan diberi payung hukum Perdirjen atau Permenhut. Dalam perjalanannya, sejak akhir tahun 2010 sampai dengan saat ini (Juli 2012) telah diselenggarakan 21 seri workshop termasuk yang terkahir di TN Kelimutu (Nurman Hakim, 2012), maka tidak kurang dari 1.000 staf Ditjen PHKA telah berinteraksi dalam berbagai tingkatannya dengan apa yang dikanal sebagai RBM. Staf UPT, dan bukan Kepala UPT yang diundang untuk pelatihan RBM tersebut, kecuali di RBM Kupang, yang diselenggarakan pada 10-12 Mei 2012 dimana beberapa Kepala UPT hadir dan aktif sampai akhir workshop, yaitu Kepala Balai TN Bali Barat, Kabal TN Rinjani, Kabal TN Manipeu Tanah Daru,  KBTU KSDA NTB.

Pada kesempatan Rakor Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati di Bandung 26 Juni 2012, Kepala Balai Besar KSDA NTT diberi kesempatan mempresentasikan SIM-RBM BBKSDA NTT di depan seluruh Kepala Balai (Besar) TN dan KSDA. Namun demikian, sampai dengan saat ini justru belum sempat dipresentasikan di jajaran Eselon II Ditjen PHKA di Jakarta. Apalagi Balai (Besar) KSDA sebenarnya belum mendapatkan mandat untuk membangun RBM, sebagaimana taman nasional.

Dalam perjalanan waktu yang hampir 2 tahun, dimana dalam setiap proses workshop, semakin ditemukan berbagai nilai-nilai dasar yang semakin diyakini oleh beberapa pihak yang secara intens mendalaminya dan mempraktikkannya. Pada awal 2011, Muh Haryono menyelesaikan program doktornya di IPB dan gabung dengan Subdit Pemolaan dan Pengembangan, sambil menunggu penempatan. Tak terasa 1 tahun mendalami RBM bersama-sama penulis dan akhirnya mendapatkan jabatan sebagai Kepala TN Ujung Kulon pada Maret 2012.

11 Juli 2012

Nilai-Nilai RBM


Setelah hampir dua setengah tahun penuh (awal tahun 2010 - Juli 2012), setidaknya 20 kali proses fasilitasi Resort Based Management (RBM) kepada 50 Balai Taman Nasional dan beberapa Balai KSDA, sampai dengan workshop terakhir di Balai TN Ujung Kulon, Balai TN Kep Seribu dan BBKSDA Jawa Barat di Carita (tanggal 4 - 6 Juli 2012) pada level kedua/ tingkat staf, dan beberapa kepala balainya, tidak kurang 1.000 orang telah mulai memahami prinsip-prinsip dasar RBM dan nilai-nilai yang dikandungnya. Model yang dikembangkan adalah fasilitasi melalui workshop dan dilanjutkan dengan pendampingan (jarak jauh) via email, facebook, dan media komunikasi lainnya.

Yang menarik adalah pernyataan Pak Moh Haryono, Kepala Balai TN Ujung Kulon dalam workshop RBM  di Carita. Beliau menyatakan bahwa tidak pernah ada proses kebijakan baru yang dikawal dengan sangat ketat dan konsisten, dan multiyears seperti RBM ini. Pak Haryono setelah menyelesaikan program doktornya di IPB sempat diminta membantu Subdit Pemolaan dan Pengembangan - Direktorat KKBHL selama hampir 1 tahun dalam melaksanakan RBM di 2011. Beliau termasuk pelaku dalam mengawal RBM ini.

Figur lainnya yang menentukan proses RBM ada 2 orang, yaitu Nurman Hakim dan Ecky Saputra. Nurman mengawal proses komunikasi intensif dan asertif dengan figur-figur muda di UPT, dimana awal mulanya adalah sejak pembentukan Pokja Penanganan Perambahan Pusat yang meminta UPT untuk juga ‘mendirikan’ Pokja serupa dengan keputusan Kepala Balainya. Selama tahun 2009 - 2010, telah dapat diidentifikasi UPT yang memiliki staf dengan kemampuan GIS/Database yang lumayan mumpuni, namun umumnya keahlian dan skill mereka belum dimanfaatkan secara optimal dan sistematis, mereka masih bekerja rangkap sana-sini. Ecky adalah staf DIPA yang memahami persis psikologi berbagai persoalan kawasan, termasuk soal perambahan, RBM, dan lain sebagainya. Ia mampu menterjemahkan

04 Juli 2012

Tipologi Sumberdaya Manusia yang Diperlukan untuk Kerja Konservasi Alam di Indonesia *

Rationale

Kerja di bidang konservasi alam, yaitu melindungi, menyelamatkan, merehabilitasi berbagai habitat satwa liar, kondisi bentang alam yang indah, gejala geologi dengan berbagai situs-situsnya, tipe-tipe hutan dan ekosistem hutan alam, mulai dari pantai, pegunungan rendah, sampai ke puncak-puncaknya yang berkabut dan bersalju, puncak-puncak bergunung api aktif, wilayah-wilayah dengan tipe ekosistem unik, daerah payau, danau, bantaran sungai, delta, rawa gambut, ekosistem air hitam, hutan kerangas, padang savana, padang lamun, ekosistem terumbu karang, atol, pulau-pulau oceanic, kawasan karst dengan gua-gua alam dan sistem sungai bawah tanahnya, dan berbagai bentukan alam lainnya.

Kecepatan kerusakan kawasan-kawasan tersebut 50 tahun terakhir ini dan ke depan laksana mengikuti deret ukur; sedangkan upaya rehabilitasi atau kebijakan untuk mengurangi kecepatan kerusakan itu seperti deret hitung. Kehancuran hutan-hutan tropis dan kepunahan spesies menunjukkan tingkat yang sangat serius dengan kecepatan yang tidak terbayangkan pernah terjadi di masa lalu. Lifestyle negara-negara Utara yang tingkat konsumsinya 1 : 50 bila dibandingkan dengan negara-negara Selatan, serta kemiskinan dan kelaparan di negara-negara Selatan dengan tingkat pertumbuhan penduduknya yang tinggi, menjadi faktor pemicu kerusakan sumberdaya alam tersebut.

Luas daratan Indonesia 192 juta Ha, dimana 22 juta Ha adalah kawasan konservasi  (KK) yang berada di daratan, atau hampir 11,4 % dari luas daratan NKRI. Sedangkan luas kawasan konservasi di perairan (laut) adalah 5 juta Ha. Hasil analisis berdasarkan Citra Palsar 2009 oleh Dit KKBHL (cq Subdit Pemolaan dan Pengembangan) telah diidentifikasi kawasan “open area” (kawasan yang diduga mengalami kerusakan akibat perambahan, illegal logging, pertambangan) seluas 3,5 juta Ha (15,9%). Suatu angka yang mulai mengkhawatirkan.