"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

10 November 2013

Policy Brief: Masa Depan Kelola Kawasan Konservasi

Oleh: Wiratno, Petrus Gunarso dan Nurman Hakim **

Overview
Pengelolaan kawasan konservasi saat ini dan ke depan tidak dapat dilepaskan dari pelibatan aktif pemerintah daerah, masyarakat adat dan masyarakat setempat, swasta-pelaku ekonomi lokal-nasional, pakar, praktisi, lembaga riset, lembaga keagamaan, LSM, dan media massa. Dalam kondisi ideal, pelibatan tersebut dimulai dari perumusan akar masalah (core problem) bukan hanya memotret gejalanya (sympton-nya), menetapkan tujuan bersama (common agenda), menyiapkan aksi bersama terpadu-berkesinambungan, melakukan pemantauan (monitoring) dan evaluasi untuk mendapatkan pembelajaran bersama (lesson learnt). Proses partisipatif ini diharapkan muncul kesadaran bersama, terjadi proses pencerahan dan pencerdasan bersama, sebagai hasil dari kerjasama yang intens atas dasar komunikasi asertif yang dibangun dan dikawal.

Pengelolaan kawasan konservasi di masa datang tidak ditentukan sendirian oleh sektor Kehutanan, tetapi harus melibatkan para pihak dalam satu platform bentang alam (landscape). Pendekatan bentang alam akan mengurangi bahkan menghapus ego sektor dengan menetapkan tujuan pengelolaan bersama yaitu peningkatan produktivitas bentang alam bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ringkasan kebijakan ini disusun dalam rangka memberikan pemahaman membuka cakrawala dan mengundang sinergi yang bersifat inovatif guna mengatasi permasalahan pengelolaan kawasan hutan yang berada pada kondisi kritis dewasa ini. Pemikiran kreatif dan inovatif dengan pelibatan para pihak dengan tetap dalam kerangka dan dipandu oleh produktivitas dan fungsi ekosistem hutan.