"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

10 Mei 2014

Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa Sebagai Solusi Konflik Pengelolaan Hutan serta Penyelamatan Habitat dan Perlindungan Keragaman Hayati di Indonesia

Fakta
Kerusakan sumberdaya hutan di Indonesia disebabkan oleh dua hal pokok. Kemiskinan (poverty) dan keserakahan (greediness). Kemiskinan disebabkan oleh rendahnya akses masyarakat untuk mengelola lahan. Keserakahan disebabkan oleh kebijakan yang lebih pro pada pelaku ekonomi skala besar. Pengalaman selama 35 tahun lebih model pengusahaan hutan dengan sistem HPH dan HTI menunjukkan fakta tersebut. Masyarakat di sekitar hutan yang hutannya dieksploitasi (secara mekanis-komersial)  tidak pernah bertambah taraf kehidupannya secara memadai. Saat ini, kawasan lahan kritis dan  lahan eks HPH yang menjadi “tanah tak bertuan” atau open access mencapai 40 juta hektar. Penyebab kegagalan pengelolaan hutan ini menurut Handadari (2013), adalah penebangan kayu yang berlebihan, kebakaran hutan dan lahan, perambahan, konversi hutan untuk kepentingan non kehutanan, penambangan mineral, kelemahan penegakan hukum, dan budaya korupsi di semua pihak. Stok hutan alam semakin menipis. Saat ini, kayu yang dihasilkan dari hutan alam hanya mampu menyuplai 4-5 juta meter kubik per tahun. Pembangunan hutan tanaman industri atau HTI sampai tahun 2012 hanya mencapai 5,78 juta hektar. Capaian ini masih jauh dari kemampuan China yang dapat membangun hutan tanaman seluas 5,3 juta hektar per tahun, atau bahkan Vietnam yang mampu menanam 250.000 hektar setahun, sebelum tahun 1997 (Handadari, 2013).