"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

25 Agustus 2015

Smart Invesment for Protected Areas Management in Indonesia

Judul artikel kali ini memang dibuat dalam bahasa inggris, dengan tujuan agar lebih menggigit, lebih menimbulkan banyak tanda tanya. Misalnya, soal ‘Smart Investment’. Memangnya selama ini bagaimana investasi dalam pengelolaan kawasan konservasi di Indonesia? Tidak ‘smart’? Tidak fokus? Selalu terjebak atau dijebak sesuatu yang menimbulkan opini publik bahwa mengelola kawasan konservasi hanya mengurusi masalah illegal logging, perambahan, kebakaran, perburuan liar, perdagangan satwa, dan semua hal yang menimbulkan kesan negatif? Media masih lebih menyukai mempublikasikan hal-hal yang berbau negatif: bad news is good news. Kepala Balai (Besar) Taman Nasional dan Konservasi Sumberdaya Alam seringkali menjadi bulan-bulanan pemberitaan yang berkisar dari isu-isu negatif tersebut, yang belum tentu disebabkan oleh faktor internal organisasi pengelola kawasan konservasi.
Situasi di atas justru menjadi tantangan yang harus mampu dijawab, disikapi dengan positif, disertai dengan inovasi dan terobosan. Namun demikian, untuk dapat melakukan inovasi dan terobosan yang belum tentu ada payung regulasinya, diperlukan keberanian pengelola di lapangan, yang juga didukung leadership yang juga memiliki kemampuan dan kemauan melakukan berbagai bentuk inovasi di tingkat pusat. Pusat memfasilitasi berbagai bentuk pembelajaran dan inovasi dari lapangan tersebut, untuk disebarluaskan dan kalau memang diperlukan, didukung dengan anggaran atau regulasi yang memadai.