"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

29 Agustus 2017

Kawasan Konservasi Indonesia sebagai National Treasure

Pelestarian hutan-hutan alam di Indonesia telah dimulai jauh kembali ke awal Abad 19, tepatnya tahun 1916 dengan terbitnya Natuure Ordonantie dan dilanjutkan dengan ditunjukkan 55 kawasan hutan milik Pemerintah pada tahun 1919 sebagai  naturemonumenten. Gerakan 101 tahun yang lalu ini tidak dapat dipisahkan dari peranan Dr.S.H. Koorders, Sang Pelopor
(Panji Yudistira, 2012)

Perubahan landscape tanah air telah mulai dirasakan sejak dimulainya pembangunan nasional di segala bidang pada tahun 1970-an. Hal ini tentu terjadi juga pada kawasan-kawasan hutan yang saat itu mempunyai luas mencapai 120 juta hektar. Namun demikian, warisan kebijakan masa kolonial tentang perlindungan alam atau natuurmonumenten itu masih tetap dilanjutkan. Setelah 100 tahun, kita memiliki apa yang disebut sebagai kawasan konservasi seluas 27,2 juta hektar.
Akankah kita mewariskan kawasan itu kepada generasi 100 tahun ke depan?
Tutupan hutan dan kawasan perairan pantai, rawa gambut, padang lamun, dan perairan laut serta terumbu karang di kawasan konservasi itu masih ‘lumayan baik’ dan menjanjikan untuk dapat diwariskan kepada generasi mendatang.
Pada hakikatnya sumberdaya alam kita sebenarnya bukan warisan, tetapi titipan dari generasi mendatang kepada kita untuk menjaganya.