"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

16 Februari 2017

Solusi Alang-Alang dan Peranan Perhutanan Sosial Provinsi Kalimantan Selatan


Struktur Perizinan
Provinsi Kalimantan Selatan yang luasnya 3.753.052 Ha (BPS, 2015), seluas 1.779.982 Ha atau 47,4%-nya merupakan kawasan hutan. Bagaimana struktur izin di dalam kawasan hutan tersebut? Berdasarkan data Direktorat Inventarisasi dan PSDH, Ditjen Planologi dan Tata Lingkungan (2015), secara berurutan dari yang terluas adalah sebagai berikut: (1) IUPHHK-Hutan Tanaman Indusri  seluas 586.647 Ha (32,96%), (2) IUPHHK-Hutan Alam seluas 240.101 Ha (13,49%), (3) Kawasan Hutan Konservasi, Hutan Lindung, Hutan Produksi yang belum dibebani izin seluas 388.824 Ha (21,84%), (4) Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial seluas 216.800 Ha (12,18%), (5) Perubahan Peruntukan untuk kebun seluas 215.659 Ha (12,12%), (6) Pinjam Pakai Kawasan seluas 53.606 Ha (3,01%), (7) Perubahan Peruntukan untuk Transmigrasi seluas 26.076 Ha (1,46%), (8) Pencadangan Hutan Tanaman Rakyat seluas 29.758 Ha (1,62%), (9) PAK Hutan Desa seluas 11.465 Ha (0,64%), dan (10) PAK Hkm seluas 11.045 Ha (0,62%). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa dominasi perizinan di Provinsi Kalimantan Selatan masih didominasi oleh perizinan skala sedang-besar, untuk IUPHHK HTI dan hutan alam, yaitu seluas 826.748 Ha atau 46,65% dari luas total kawasan hutannya.
Apabila ditinjau dari segi fungsinya, terkait dengan biodiversitas dan hidroorologi, terdapat hutan konservasi seluas 213.285 Ha atau 12%, serta hutan lindung seluas 526.425 Ha atau 29,6%. Sehingga dari total kawasan hutan seluas 1.779.982 Ha, hampir seluas 739.710 Ha atau 41,6% berfungsi sebagai kawasan lindung.


Tutupan Hutan Alam
Bedasarkan kajian Forest Watch Indonesia (2014; halaman 110), stok hutan alam di Provinsi Kalimantan Selatan seluas 752.891 Ha atau tinggal 42,29% dari luas total kawasan hutannya. Pada tahun 2013, luas hutan alamnya  tersisa 705.527 Ha. Dengan demikian tingkat deforestasi 2009-2013 seluas 47.365 Ha atau rata-rata telah terjadi deforestasi seluas 11.841 Ha per tahun pada periode 2009-2013.

Alang-alang dan Solusinya
Lahan alang-alang di Indonesia seluas 1.085.529 Ha, dimana 228.274 Ha atau 21,0% berada di Pulau Kalimantan. Alang-alang di Kalimantan Selatan seluas 147.877 Ha atau 64,78% dari luas total alang-alang di Pulau Kalimantan (Mulyani, 2005).  Walaupun apabila dibandingkan luas kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Selatan, luas alang-alang tersebut hanya 8,3% dari luas kawasan hutannya, namun alang-alang selalu menjadi sumber api. Oleh karena itu solusi untuk secara terus menerus mengurangi luasnya menjadi tantangan sampai dengan saat ini.

Hutan Kemasyarakatan Tebing Siring dan Hutan Rakyat Telaga Langsat
Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Desa Tebing Siring, Kecamatab Bajuin di kawasan Hutan Lindung Gunung Langkaras seluas 160 Ha dan Hutan Rakyat di Telaga Langsat, Kecamatan Takisung seluas 400 Ha telah membuktikan bahwa persoalan alang-alang dapat diselesaikan dengan cara membangun agroforestry (dalam hal Hkm Tebing Siring dengan karet dan saat ini telah berhasil ditanam sebanyak 40.000 batang berumur 4 tahun oleh dua Kelompok Tani Hutan, yaitu: KTH Ingin Maju dan KTH Suka Maju), dan di HR Desa Telaga Langsat,  dengan berbagai kombinasi jenis tanaman cepat tumbuh seperti kaliandra bunga merah, mahoni, gliricidea, beringin, sekaligus dengan pengembangan lebah madu.
Kedua contoh di atas menunjukkan bahwa intensifikasi penggarapan lahan tanpa bakar, dan dengan memberikan pelatihan serta pendampingan yang tepat serta kontinyu dapat menghasilkan penguatan kelompok tani dan keberhasilan membasmi alang-alang sekaligus membuat lahan menjadi jauh lebih produktif dan semakin membaiknya tata air tanah terutama ketersediannya di musim kemarau.
Sosialiasi dan pendampingan di Hkm Tebing Siring dimulai sejak tahun 2011, didukung oleh JIFFRO-Jepang, Bridgestone-untuk bibit karet, dan Dinas Kehutanan setempat. Sedangkan pembangunan Hutan Rakyat di Telaga Langsat telah dimulai sejak tahun 2008 melalui Kelompok Usaha Produktif, Departemen Kehutanan 2008, dilanjutkan dengan dukungan dari Balai Perbenihan Tanaman Hutan Kalimantan, melalui kegiatan “Seed for People”, dengan pengembangan tanaman mahoni, tahun 2009, dan didukung oleh BPDAS setempat untuk bantuan bibit dan pembinaan teknis penanaman termasuk budidaya lebah madu, dan berkembang dengan berbagai jenis ternak lainnya.  Di kedua lokasi tersebut,  dengan kondisi lahan semula berupa padang alang-alang yang tidak produktif karena selalu terbakar.

Kedua percontohan tersebut dapat diperluas atau direplikasi untuk menyelesaikan lahan kritis berupa alang-alang baik di dalam kawasan hutan melalui skema hutan kemasyarakatan dan di luar kawasan hutan melalui skema hutan rakyat sebagaimana telah berhasil dilakukan di Tebing Siring dan Telaga Langsat. Pemberian berbagai pelatihan dilanjutkan dengan pendampingan yang kontinyu berjangka panjang (> 5 tahun) serta jaminan pemasaran produk merupakan kunci suksesnya. Para pendamping baik dari unsur masyarakat maupun dari UNLAM dapat diberikan insentif berupa demplot untuk percontohan, yang sekaligus dapat digunakan sebagai praktik mahasiswa, dan sekolah lapangan bagi kelompok tani dari tempat lain yang sedang memulai bekerja di lahan alang-alang. ***

Literatur :
Direktorat Inventarisasi dan PSDH, 2015. Buku Basis Data Kehutanan. Ditjen Planologi dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Forest Watch Indonesia., 2014. Potret Keadaan Hutan Indonesia 2009-2013. Forest Watch Indonesia, 2014.
Mulyani, Ammy, 2005. Teknologi Menyulap Lahan Alang-alang menjadi Lahan Pertanian dalam Tabloid Sinartani. Edisi 30 Maret 2005.

Catatan :
Ucapan terima Kasih dan penghargaan ditujukan untuk Tim di Pusat Perhutanan Sosial dan Agroforestry, Fahutan Universitas Lambung Mangkurat yang dipimpin oleh Dr. Mahrus Aryadi,  telah memulai inisiatif pendampingan di calon Hutan Kemasyarakatn Tebing Siring sejak 2011 dengan sosialiasi pentingnya membuat lahan alang-alang menjadi lebih produktif dan mendorong kelompok-kelompok masyarkat untuk mengusulkan skema hutan kemasyarakatan. Skema Agroforestry dalam Perhutanan Sosial dapat menjadi solusi persoalan alang-alang di Kalsel, dan kemungkinan besar di provinsi lainnya. Restorasi lahan kawasan hutan yang tidak produktif sudah dimulai dan diberikan contohnya di Hkm Tebing Siring dan Hutan Rakyat Telaga Langsat. Keduanya di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar