Apakah kita mampu menanamkan “spirit” pada setiap pekerjaan kita? Mengapa penting kita
memberikan “spirit” pada pekerjaan
kita? Kita seringkali merasakan bedanya pekerjaan yang dilakukan oleh staf
dengan serius, penuh semangat, atau dikerjakan hanya untuk memenuhi tugas atau
perintah atasan. Dikerjakan sesuai dengan “arahan” dari atasannya - tidak
kurang dan tidak lebih.
Demikian pula ketika harus melakukan pekerjaan yang
langsung di lapangan. Apakah itu ke hutan, menemui masyarakat, melakukan kegiatan
di lapangan bersama dengan masyarakat, menghadapi masalah yang terjadi,
menyiapkan laporan hasil kerjanya. Semua itu sebenarnya memerlukan proses
pengamatan langsung, pemahaman, pemaknaan, interpretasi. Mencari tahu, “pesan”
apa kira-kira yang disampaikan oleh “Yang Punya Kehidupan” kepada kita dengan
hasil temuan atau dengan semua hal yang muncul ketika berkunjung dan mendalami
persoalan tersebut. Banyak hal ternyata tidak cukup dijelaskan melalui laporan
tertulis, kalau kita hanya menuliskan apa yang nampak atau seolah-olah
muncul yang tertangkap oleh panca indera
kita. Mungkin juga karena di lapangan, banyak sekali “frekuensi” yang tidak
bisa atau tidak mampu kita tangkap. “Frekuensi” kebenaran, “frekuensi” penanda
penyebab terjadinya sesuatu, “frekuensi” yang menjadi jawaban dari persoalan
yang mengemuka, dan masih banyak “frekuensi” lainnya, bertebaran yang juga akan
membuat kita kebingunan atau terjebak pada interpretasi yang salah tentang apa
yang sebenarnya terjadi.