Latar Belakang
Definisi tentang “hutan” sudah seharusnya dirubah total. Definisi “hutan” sebagaimana tercantum dalam UU
No.41/1999 tentang Kehutanan dan dalam berbagai literatur, yang menyatakan
“hutan” hanya sekumpulan pohon-pohon, menjadikan banyak kebijakan nasional yang
misleading. Ini pandangan
konvensional yang akhirnya memang hutan dieksploitasi kayunya. 35 tahun
kemudian, hutan-hutan produksi di Indonesia lenyap dan hanya menyisakan 30-40
juta hektar kawasan open access. Sesungguhnya
hutan di Indonesia dan bahkan di berbagai negara lainnya, bukan hanya sekedar “kertas
putih”.
Prof San Afri Awang, dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Perhutanan
Sosial (Social Forestry)-UGM ternyata sejalan dengan pandangan
bahwa hutan bukan “kertas putih”. Hutan bukan sekedar kumpulan flora dan fauna.
Ontologi (hakekat ilmu hutan/ kehutanan) atau OH konvensional sebagai fungsi
flora, fauna dan ekosistem atau OH = f (flora, fauna, ekosistem). Ontologi
pengetahuan kehutanan ini dibentuk dan dikonstruksikan oleh asupan substansi
yang terkait dengan flora, fauna, dan ekosistemnya saja. Selanjutnya dinyatakan
bahwa pengertian hutan (forest)
sebagai satu ekosistem yang ditandai oleh tutupan pohon padat atau kurang padat
dan menempati areal yang luas, sering terdiri dari tegakan yang variatif di
dalam karakternya seperti komposisi jenis, struktur, kelas umur, dan secara
bersama-sama berasosiasi dengan padang rumput, sungai, ikan, dan hewan-hewan
liar (Helms, 1998 dalam Awang, 2013).