Sejarah
Pada tahun 1999, saat perubahan
paradigma pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat mulai terjadi,
Yayasan Damar mencoba untuk menggali kembali sejarah pengelolaan hutan desa di
Kabupaten Kulonprogo, termasuk Kalibiru. Semangat masyarakat membangkitkan
kembali sejarah hutan desa awalnya mendapat dukungan politik dari Pemerintah
Propinsi dan Departemen Kehutanan (saat itu). Kemudian dibangunlah relasi kerja
kolaboratif antar berbagai pihak yang berkepentingan di tingkat desa dengan
dibentuknya Forum Desa Hutan Desa. Forum ini memberikan jaminan akan
keterlibatan desa sebagai struktur pemerintahan terdekat dengan pengelola hutan
atau kelompok tani hutan (KTH), untuk keberlanjutan pengelolaan hutan desa.
Akan tetapi dukungan yag mereka berikan ternyata belum cukup, diperlukan
legalitas pengelolaan hutan atau surat kekancingan sebagai bentuk
kepastian hukum terhadap hutan negara yang dikelola masyarakat.
Surat kekancingan diharapkan dapat diberikan oleh Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat kepada masyarakat di Kabupaten Kulonprogo, sebagaimana Sultan-sultan sebelumnya yang memberikan surat kekancingan bagi masyarakat untuk mengelola tanah-tanah milik kasultanan Yogyakarta, misalnya magersari, ataupun Sultan Ground. Selanjutnya, secara teknis pengaturan akan pengelolaan hutan desa, akan diserahkan kepada KTH dengan menempatkan desa sebagai lembaga yang mengaturnya atau dalam bentuk Peraturan Desa. Implikasinya, dengan pengelolaan hutan desa melalui KTH tersebut, maka dapat dijadikan salah satu alternatif sumber pendapatan bagi desa yang bersangkutan tanpa harus menggantungkan pada pemerintah pusat ataupun kabupaten.
Surat kekancingan diharapkan dapat diberikan oleh Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat kepada masyarakat di Kabupaten Kulonprogo, sebagaimana Sultan-sultan sebelumnya yang memberikan surat kekancingan bagi masyarakat untuk mengelola tanah-tanah milik kasultanan Yogyakarta, misalnya magersari, ataupun Sultan Ground. Selanjutnya, secara teknis pengaturan akan pengelolaan hutan desa, akan diserahkan kepada KTH dengan menempatkan desa sebagai lembaga yang mengaturnya atau dalam bentuk Peraturan Desa. Implikasinya, dengan pengelolaan hutan desa melalui KTH tersebut, maka dapat dijadikan salah satu alternatif sumber pendapatan bagi desa yang bersangkutan tanpa harus menggantungkan pada pemerintah pusat ataupun kabupaten.