Pelestarian hutan-hutan alam di Indonesia telah dimulai
jauh kembali ke awal Abad 19, tepatnya tahun 1916 dengan terbitnya Natuure Ordonantie dan dilanjutkan
dengan ditunjukkan 55 kawasan hutan milik Pemerintah pada tahun 1919 sebagai naturemonumenten. Gerakan 101 tahun yang
lalu ini tidak dapat dipisahkan dari peranan Dr.S.H. Koorders, Sang Pelopor
(Panji Yudistira, 2012)
Perubahan
landscape tanah air telah mulai
dirasakan sejak dimulainya pembangunan nasional di segala bidang pada tahun
1970-an. Hal ini tentu terjadi juga pada kawasan-kawasan hutan yang saat itu
mempunyai luas mencapai 120 juta hektar. Namun demikian, warisan kebijakan masa
kolonial tentang perlindungan alam atau
natuurmonumenten itu masih tetap dilanjutkan. Setelah 100 tahun, kita
memiliki apa yang disebut sebagai kawasan konservasi seluas 27,2 juta hektar.
Akankah
kita mewariskan kawasan itu kepada generasi 100 tahun ke depan?
Tutupan
hutan dan kawasan perairan pantai, rawa gambut, padang lamun, dan perairan laut
serta terumbu karang di kawasan konservasi itu masih ‘lumayan baik’ dan
menjanjikan untuk dapat diwariskan kepada generasi mendatang.
Pada
hakikatnya sumberdaya alam kita sebenarnya bukan warisan, tetapi titipan dari
generasi mendatang kepada kita untuk menjaganya.