Pada tanggal 20 Agustus 2010, harian Kompas memuat berita tentang orasi Enny Sudarmonowati, sebelum dikukuhkan sebagai Prof Riset. Ia sejak 1992 melakukan penelitian intensif pemuliaan pohon hutan. Salah satu yang dipilih adalah sengon - salah satu jenis pohon cepat tumbuh (fast growing spesies) yang penting untuk rehabilitasi hutan atau dikembangkan sebagai penghasil kayu perkakas ringan. Hasil rekayasa genetik yang dilakukannya telah membuat pertumbuhan sengon 1,5 kali lebih cepat dari sengon bukan hasil rekayasa. Diprediksi, panen yang semula menunggu 15 tahun bisa diperpendek menjadi 7 tahun saja.
Hasil dialog saya melalui pesan pendek kepada Prof Enny (20/08/2010 jam 9:14), ia mengungkapkan bahwa ia melakukan penelitian juga tentang Acacia mangium transgenik. Ada sengon mutan hasil radiasi sinar gamma, yang tahan hidup di lahan ex tailing, jadi kemungkinan besar bisa untuk bioremediasi. Ribuan hektar lahan eks pertambangan dapat segera dihijaukan dengan hasil riset ini.
Prof Enny Sudarmonowati juga mengembangkan penggunaan marka genetik untuk bisa mengetahui sidik jari suatu log kayu berasal dari daerah tertentu. Saat ini Prof Enny Sudarmonowati dan Puslit Bioteknologi sedang mengembangkan teknologi dan basis data sidik jari tanaman kehutanan untuk mendeteksi aktivitas pembalakan ilegal, sehingga log-log kayu yang dijual ke luar negeri bisa ditelusuri asalnya dari hutan mana.
Teknologi isoenzim dan RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), dapat mendeteksi sidik jari, sumber bibit dan keragaman genetik tanaman berdasarkan pola pita isoenzim atau DNA. Pihaknya sudah menggunakan penanda genetik (marker-assisted selection/ MAS) sejak 1996 untuk beberapa jenis pohon di hutan Kalimantan Tengah dan Jambi dengan menggunakan isozim, RAPD dan AFLP (Amplified fragment length polymorphism). Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI menggunakan penanda genetik untuk melihat pengaruh pembalakan terhadap keanekaragaman genetika jenis kayu penting, seperti meranti dan ulin Eusideroxylon zwagerii yang mulai langka.
Di samping asyik bekerja di laboratorium, Prof Enny juga menginisiasi organisasi lingkungan dengan nama Jakarta Green Monster - yang didukung pihak swasta menanam mangrove di pantai Utara Jakarta setiap menjelang buka puasa. Betapa menariknya mengetahui manusia-manusia unggul di bidang penelitian, yang menekuni bidang minatnya dalam jangka puluhan tahun, seperti yang diberitakan Kompas tentang Prof Enny, yang tak kalah dengan hasil-hasil penelitian dari peneliti manca negara.
Peran Pemerintah dan Implikasi Kebijakan
Hasil risetnya tentu harus didukung dengan kebijakan pemerintah untuk mengadopsinya, dan mengujicobakannya di tingkat lapangan. Tugas pemerintah sebagai fasilitator seperti ini yang seringkali ditunggu-tunggu oleh para peneliti unggul. Dan tentu masih banyak hasil-hasil penelitian di bidang kehutanan yang semestinya dihargai dan yang lebih penting bagaimana dari research to action. Betapa lamanya proses riset untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Indonesia sebenarnya penuh dengan bibit-bibit unggul seperti Prof Enny ini.
Di bidang rehabilitasi bekas tambang, penggunaan tanaman cepat tumbuh diharapkan akan mampu mempercepat pemulihan struktur tanah dan tutupan vegetasi sebagai awal dari rehabilitasi dalam jangka panjang. Marka genetik akan membantu pemerintah dalam mendeteksi asal-usul kayu hasil illegal logging, dan bahkan dalam pengembangan berbagai jenis baru di tingkat keragaman genetiknya. Hasil riset Prof Enny ini sangat layak untuk segera ditindaklanjuti dalam aplikasi program berjangka panjang di dunia kehutanan, pertambangan, dan konservasi alam.
Manusia Unggul
Menurut Ray Asmoro, manusia unggul harus memiliki kongruensi (congruency), yaitu terciptanya keselarasan antara pikiran, emosi, dan tindakan. Berfikir tanpa bertindak hanya akan membuahkan idea atau gagasan. Dibutuhkan tindakan tertentu untuk menjadikan ide dan gagasan itu menjadi kenyataan. Dalam hal riset sengon, diperlukan tindakan-tindakan dengan ketekunan yang tinggi serta waktu sangat panjang untuk membuahkan hasil. Manusia-manusia yang bekerja di bidang konservasi alam dan penyelamatan lingkungan sudah selayaknya memiliki sifat dan sikap kongruen(si), sebagai modal dasar untuk menggapai impiannya, gagasan dan ide-ide besarnya menyelamatkan alam menjadi kenyataan, bukan sekedar utopia. Satunya pikiran-emosi-tindakan, nampaknya bukan perkara mudah.
Keseimbangan di antara ketiganya memerlukan sikap mental pantang menyerah, kenyal, bersemangat. Mereka pasti bekerja dengan 3 prinsip, yaitu bekerja dengan sikap menerima (apa yang telah menjadi tanggungjawabnya), bekerja dengan senang (menikmati apa yang dikerjakan), dan bekerja penuh semangat (dengan antusias). Menurut Eckhart Tolle , seorang guru spiritual sekaligus penulis buku “The New Earth” dan “The Power of Now”), mereka yang bekerja dengan tiga modal tersebut akan terhubungan dengan “the universal intelligent”. Terhubungan dengan “ketakterbatasan”, sehingga hal-hal yang tidak mungkin menurut ukuran manusia menjadi mungkin dan dapat terjadi atas kehendak-Nya.***
***Artikel ini didedikasikan kepada para pekerja pemikir konservasi alam yang tidak pernah mengenal lelah untuk terus berkarya demi kepentingan ilmu pengetahuan dan kemaslahatan publik, atau bahkan yang semula ditujukan untuk memenuhi kepentingan egonya semata-mata, namun akhirnya toh bermanfaat bagi generasi mendatang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar