"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

06 Januari 2012

Negara dalam Penanggulangan Krisis

Fungsi dan peran Negara dalam pranata sosial dan ekonomi seringkali diperhadapkan pada luasan dan cakupan peran Negara dalam menata entitas-entitas dalam suatu wilayah kekuasaannya. Pada tataran sistem dan ideologi, peran dan fungsi Negara dapat dipahami dan dipetakan dalam satu kontinum yang menggambarkan hubungan antara state-business-society (atau kadang dengan istilah public-pivate-community).

Demarkasi fungsi dan peran ketiga entitas tersebut kemudian dijadikan model pengelolaan dan sistem kenegaraan oleh para penyelenggara Negara mulai dari sistem liberalis, komunis dan sosial demokratis. Yang menjadi menarik jika ditelusuri bahwa ketiga sistem penyelenggaraan Negara tersebut senantiasa menempatkan ketiga entitas (state-business-society) sebagai pilar utama penyelenggaraan Negara walaupun dalam komposisi dan kekhasan yang berbeda. Pesan yang menarik dalam konteks kekinian dunia yakni ketiga model penyelenggaraan tersebut telah memperlihatkan bagaimana interdependensi ketiga entitas, baik dari sisi ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan.Krisis ekonomi yang mendera Amerika dan Uni Eropa menghembuskan kekhawatiran yang mendalam akan potensi resesi global.

Berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan dunia dari resesi global akibat contagion effect krisis Amerika dan Eropa. Mulai dari pengurangan pengeluaran Negara bagi negara-negara yang terbelit utang hingga pada efisiensi dan pemangkasan tenaga kerja yang berdampak pada tingginya angka pengangguran pada kedua benua tersebut. Berita terbaru yang dari upaya penanganan krisis zona Eropa juga diperoleh dari hasil Konferensi Tingkat Tinggi Uni Eropa di Brussel, 23 Oktober 2011. Beberapa poin penting dari hasil pertemuan para pemimpin Uni Eropa setelah melalui pembicaraan yang alot, yakni, pertama, kesepakatan memberikan dana talangan tambahan menjadi US$ 1,4 triliun (dari angka US$600 miliar sebelumnya yang disepakati melalui skema Europe Financial Stability Facility).

Skema talangan ini diharapkan dapat menarik investasi dari Negara-negara, seperti China, Brasil, India melalui dua mekanisme, yakni penjaminan ganti rugi atas pembelian utang zona euro dan mekanisme khusus yang akan dibicarakan lebih lanjut. Kedua, kesepakatan sektor swasta (private) dan perbankan Eropa untuk melakukan pemotongan utang obligasi Yunani sebesar 50 persen. Ketiga, yakni kebijakan rekapitalisasi perbankan zona Euro dengan menaikkan modal minimum perbankan menjadi 106 miliar Euro pada Juni 2012. KTT G20, KTT ASEAN dan EASUpaya penanganan krisis di zona Euro yang dipandang sebagai pusat krisis global juga diagendakan dalam perhelatan kelompok G20 yang akan diselenggarakan 3-4 November 2011 di Cannes, Perancis. Kelompok G20 yang menguasasai 85 persen output dunia dan kontributor pertumbuhan ekonomi dunia dipandang perlu mengambil langkah-langkah strategis dalam mengatasi krisis berkepanjangan di zona euro dan perlambatan ekonomi dunia. Otoritas fiskal dan moneter dari Negara kelompok G20 beserta pelaku usaha (private sector) akan memulai menemukenali dan memetakan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi krisis zona euro yang berpotensi merambat ke kawasan lainnya.

Persoalan yang mengemuka seperti tekanan kredit sovereign, kerentanan sistim finansial, turbulensi pasar, perlambatan ekonomi dunia dan pengangguran merupakan agenda sentral pertemuan KTT G20 di Cannes. Setelah perhelatan G20 di Cannes, maka agenda kawasan lainnya, yakni KTT ASEAN dan EAS yang akan diadakan 17-19 November 2011 di Bali. KTT ASEAN dan EAS disamping membahas kesiapan kawasan menuju ASEAN Community 2015, lanskap kerjasama ASEAN dengan negara-negara sekitarnya, pembahasan penanganan krisis energy, krisis pangan dan perubahan iklim juga diharapkan mengagendakan upaya penangangan krisis zona euro yang memiliki efek yang cukup signifikan pada kawasan Asia. Seperti yang telah diketahui sekitar 40-45 persen pendanaan perbankan Asia diperoleh dari perbankan Eropa, sehingga krisis perbankan di zona Euro memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap perbankan di kawasan Asia. Jika perbankan Asia, termasuk Indonesia, terkena dampak dari krisis zona euro maka bukan mustahil sektor riil juga akan terseok karena terganggunya pendanaan perbankan. Dikotomi Public-PrivateAncaman krisis global yang terjadi dalam dua tahun terakhir merupakan refleksi dari separasi dan dikotomi yang berlebihan terhadap peran Negara dan Swasta (Public-Private), sehingga berdampak pada ter-gradasi-nya interdependensi antar kedua entitas tersebut.

Krisis yang terjadi di Amerika dan kemudian memicu gerakan Occupy Wall Street merupakan manifestasi kegagalan yang didominasi sektor swasta (private sector). Sedangkan krisis di zona Euro merupakan refleksi dari kegagalan yang didominasi oleh Negara (Public sector). Kedua model kegagalan ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi pertemuan KTT ASEAN dan EAS di Bali dalam menempatkan entitas Public-Private pada porsi yang tepat di tengah-tengah masyarakat (society) sebagai penerima manfaat sekaligus risiko dari aktifitas kedua entitas tersebut. Keterlibatan sektor swasta yang dilakukan pada KTT G20 merupakan awal yang baik dan patut dipetimbangkan dalam pertemuan KTT ASEAN dan EAS. Keterlibatan swasta dalam penyelenggaraan Negara tentunya bukan hal baru lagi namun kadangkala terabaikan atau bahkan berlebihan (melewati demarkasinya).Begitu pula kewenangan Negara kadang terasa minim (pada titik ekstrem menuju statelessness) dan kadang pula berlebihan dengan kadar yang tidak berimbang, sehingga berpotensi merusak pranata ekonomi sekitarnya. Keterpaduan dan interdependensi entitas Public-Private dalam melayani Society merupakan pijakan dasar bagi good policy yang kemudian dijadikan instrumen untuk mereduksi instabilitas ekonomi, sosial, budaya dan politik. Merekonfigurasi fungsi dan peran Public-Private-Society dalam tatanan sosial ekonomi Negara menjadi kritikal dan substantif untuk memperkuat basis kebijakan dan belajar dari kegagalan Amerika dan Uni Eropa.


Prof. Firmanzah, PhD, Guru Besar dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis University Indonesia - 5 November 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar