"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

17 April 2013

Desk Evaluation Pelaksanaan Resort Based Managemant 2012 di Balai Besar KSDA NTT: beberapa Temuan Awal (Menjelang Workshop Evaluasi RBM 2013)

Disusun oleh:
Wiratno, Arief Mahmud, Dominggus Bola, Ora Yohanes, Maman Surachman,
Ro Duta, Evi Heryangningtyas, Juna Marjani (Lab. RBM/GIS_BBKSDA_NTT)


Latar Belakang

BBKSDA NTT mulai membangun sistem kerja lapangan yang disebut sebagai Resort_Based Management (RBM) sejak awal tahun 2012. Workshop pertama dilakukan pada  5-6 Februari 2012 untuk  22 Kepala Resort, PEH, Penyuluh, Tim SIM RBM, Kepala Seksi Kepala Bidang, Kabid Teknis, Kasie P2, dan P3.  Workshop ini hanya memfokuskan pada dua nilai dasar RBM : "Extended Family" dan "ke Lapangan". Inilah titik pertama yang paling krusial. Register sebagai alat kerja yang mewakili simbol lapangan diperkenalkan dalam praktik.

Data lapangan diambil dengan  menggunakan register, pengambilan foto,  pengambilan koordinat geografis. Jenis yang disiapkan sebanyak 16 jenis, yaitu:  Register A: kerusakan hutan akibat pencurian, Register B: kerusakan hutan akibat bencana alam, Register C: perburuan satwa, Register D: kematian satwa, Register E: sebaran satwa, Register F:  sumber air, Register G: sandar kapal,Register H: pelanggaran, Register I:  infrastruktur kawasan, Register J: akses masuk kawasan, Register K: informasi pendarung, Register L:  gangguan kawasan,Register M: pengamatan satwa, Register N : obyek wisata dan jasa lingkungan, Register O: pal batas, dan Register P: obyek lainnya. Sistem aplikasi database RBM dirancang untuk mengatasi keterbatasan jaringan internet sekaligus mengakomodasi jauhnya jarak resort ke Seksi Wilayah, dan Seksi Wilayah ke Bidang Wilayah, dan ke Balai Besar di Kupang. Workshop kedua dilakukan pada 19-21 Maret 2012. Aplikasi database mulai diimplementasikan.Termasuk eksperimentasi Situation Room untuk memberikan gambaran umum tentang NTT, (sejarah geologi, nilai strategis NTT, sejarah penunjukan kawasan hutan); dan informasi strategis  lainnya. SituationRoom juga menggunakan hasil dari RBM untuk kepentingan membuat skala prioritas pengelolaan, atau bahkan dokumentasi terhadap penanganan cepat (realtime) ketika Tim menghadapi pelanggaran di lapangan.

Biaya

RBM di BBKSDA NTT dibiayai dari anggaran patroli rutin (4 hari/bulan), dan 12 bulan dalam setahunnya. Tim resort juga dibantu oleh PEH/penyuluh baik yang berada di Seksi maupun di Bidang. Untuk hal-hal khusus, dikirimkan Fyling Team, yaitu PEH atau staf struktural yang memiliki keahlian di bidang tertentu,  dari Balai Besar. Tugas FT adalah membantu Tim Resort untuk melakukan analisis secara lebih komprehensif tentang kawasan, yang tidak mampu diidentifikasi hanya melalui register saja.


Hasil RBM 2012

Menarik mengetahui haisl analisis cepat tentang pelaksanaan RBM di BBKSDA selama tahun 2012.  Beberapa hal yang menarik untuk didiskusikan adalah bahwa :

1.    Kepala Balai Besar dapat memantau kinerja staf setiap  resort, melalui berapa jumlah register yang diisi. Grafik berikut ini menunjukkan jumlah register yang diisi oleh 22 resort, dengan tanggungjawab pengelolaan di 29 lokasi kawasan konservasi. Dari grafik tersebut menyimpulkan bahwa Resort CA Wae Wuul, selama tahun 2012, telah mengisi 427 register. Ini angka yang tertinggi, dan diikuti oleh Resort di TWA Ruteng, dan Resort CA Watu Ata. Lalu diikuti oleh Resort SM Kateri dan RWA 17 Pulau.  Semakin banyak register diisi, semakin intens staf berada di lapangan dan melakukan pendataan. Informasi tingkat keaktifan staf resort kerja di lapangan  tidak bisa dipantau tanpa menggunakan sistem RBM ini.

Grafik 1: Jumlah penggunaan register pada 22 Resort:

Sumber: Lab.RBM/GIS BBKSDA NTT (2013)

2.  Pemantauan prestasi kerja, bukan hanya terbatas pada kinerja di tingkar Resort, tetapi juga dapat dilihat pada tingkat Seksi Wilayah. Grafik 2 menunjukkan di antara ke empat Seksi Wilayah,  Seksi Konservasi Wilayah III paling banyak menggunakan register dalam pelaksanaan RBM 2012. Register yang sering digunakan (mulai dari yang terbanyak) adalah : register pal batas (391), register sebaran satwa (340), register obyek lainnya (232), register gangguan kawasan (221), register infrastruktur kawasan (185), register bencana alam (104), register penebangan liar (55), register sumber air (46), register jasling (40), dan register informasi pelanggaran (19). 

Grafik 2: Penggunaan register di setiap Resort dan Seksi Konservasi Wilayah 
Sumber: Lab RBM/GIS BBKSDA NTT (2013)

3.  Kekuatan dari RBM ini adalah bahwa setiap pengisian register harus dilengkapi dengan pengambilan titik koordinat dengan GPS dan pengambilan foto. Koordinat akan digunakan untuk penggambaran lokasi pengambilan data di peta. Dengan semakin lengkapnya jumlah data dan jenis register yang digunakan sesuai dengan kondisi resort, semakin lengkap gambaran atau profile resort tersebut.  Dalam hal CA Wae Wuul, pengecekan pal batas di lapangan, dapat memberikan gambaran detil tentang kondisi pal (baik, rusak, hilang), dan semua permasalah perpetaan terkait dengan batas tersebut. Peta berikut menunjukkan gerakan Tim RBM Wae Wuul ketika cek pal batas.

Peta : Plotting koordinat pal batas hasil RBM CA Wae Wuul:

Tim RBM Resort Wae Wuul-Kab.Manggarai, melaporkan hasil cek pal batas, sebagai berikut :

Tim RBM resort pada 12 s/d 15 Maret 2012 dan 26 s/d 31 Maret 2012 melaksanakan kegiatan pengecekan kondisi pal batas yang ada di Cagar Alam Wae Wuul. Selama 10 hari tim di lapangan melakukan pengambilan titik koordinat pal berikut kondisinya, pal batas yang dijumpai berjumlah 52 pal. Kondisi pal batas dibedakan berdasarkan jenis dan kondisinya.  Berdasarkan jenisnya pal batas dibedakan menjadi 2 jenis  yaitu pal gundukan batu yang dipasang pada saat kolonial Belanda, sebelum dilakukan penataan batas kawasan dan pal beton yang merupakan hasil tata batas. Sedangkan berdasarkan kondisinya pal batas dibedakan menjadi 4 kondisi yaitu pal dengan kondisi baik, pal digeser, pal rusak, nomor pal tidak terbaca dan pal hilang.

Dari 52 informasi pal yang ditemukan, terdapat tiga (3) pal beton hasil tata batas, lima (5) posisi yang diperkirakan lokasi penanaman pal dan empat puluh empat (44) pal gundukan batu. Pal beton yang ditemukan dengan kondisi rusak sebanyak dua (2) pal dan satu (1) pal kondisinya baik. Sedangkan pal gundukan batu yang diketemukan dengan kondisi baik yaitu posisi gundukan batu masih utuh sebanyak 29 pal, kondisi batu rusak sebanyak 10 pal, kondisi batu hilang sebanyak 1 pal (gundukan batu yang sudah tidak utuh lagi) dan kondisi batu digeser sebanyak 4 pal. Pal batas yang hilang tapi masih dapat diindikasikan posisinya sebanyak 5 titik yaitu pal batas dengan nomor CA 107, CA 108, CA 111, CA 22 dan CA 23. Hasil overlay data pal batas hasil pengecekan di lapangan dengan peta tata batas jauh berbeda, hal ini dikarenakan peta tata batas yang dipergunakan belum mengambil titik ikat di lapangan untuk proses rektivikasi.


Efek RBM

Berdasarkan hasil diskusi dan sidak Ka BBKSDA beserta jajaranya ke resort-resort di lapangan, pada umumnya mereka mengakui kekuatan sistem ini, antara lain yang paling penting : (1) Data diambil dan dicatat dengan sistem yang seragam, (2) Data tidak dipalsukan, (3) Hasil pengisian register ditindaklanjuti, (4) staf bersemangat karena dilatih dan didampingi oleh staf Seksi mupun staf dari Balai Besar.

Pola kerja RBM ini memaksa mereka harus ke lapangan. Ketika di lapangan, mereka akan menemukan banyak hal baru baik menemukan hal-hal yang bersifat potensi maupun permasalahan.Pada umumnya, mereka menyadari bahwa kembali ke lapangan dengan pola RBM ini adalah sistem kerja yang sebaiknya diteruskan. Lapangan semakin terpantau kondisinya. Hasil analisis RBM juga ditindaklanjuti dengan cepat di tingkat Balai Besar.

Efek lain adalah pimpinan dimudahkan dalam menetapkan prioritas kebijakan pengelolaan. Penanganan SM Kateri, TWA Ruteng, CA Wae Wuul, TWA 17 Pulau, adalah salah satu contoh efek RBM yang telah menghidupkan siklus "data-keputusan-tindakan".



New Initiative

Sambil melaksanakan RBM, budaya kerja dan sikap mental “cinta ilmu” dengan memupuk “rasa ingin tahu” yang semakin kuat dan sensitif, Tim BBKSDA mendorong upaya-upaya baru, agar tidak terjebak pada mitos bahwa kelola kawasan konservasi selalu berurusan dengan “masalah”, sehingga potensi tidak sempat diteliti, dikembangkan, dipublikasikan, untuk kepentingan masyarakat. Juga untuk kepentingan ilmu pengetahuan berjangka panjang.

Untuk itu, Tim BBKSDA NTT tidak bisa bekerja sendiri, dan memang kerja konservasi haram hukumnya bekerja sendiri, soliter, seperti “katak dalam tempurung”. Sikap mental membuka diri dengan mempermudah izin untuk akses riset-riset dasar maupun riset-riset terapan, mulai menunjukkan hasilnya.

Pihak BBKSDA NTT telah  bekerjasama dengan peneliti dan LSM atau pihak lainnya yang mencoba membantu riset atau survai di wilayah-wilayah yang masih belum diungkap rahasianya. Beberapa temuan awal yang menarik, sepanjang tahun anggaran 2012,  adalah : (1) survai komodo di CA Wae Wuul dan Pulau Ontoloe di TWA 17 Pulau,  yang bekerjasama dengan Komodo Survival Program (KSP). Penggunaan camera trapp, telah membuktinya keberadaan 6-8 individu komodo di P.Ontoloe yang luasnya hanya 600 hektar; (2) riset khusus, sponge (Candidaspongia sp), yang berpotensi untuk anticancer,  di TWA Teluk Kupang, bekerjasama dengan Dr. Agus Trianto-Fisheries and Marine Science, UNDIP, yang ditindaklajuti dengan MoU dan dukungan pendanaannya oleh BBKSDA NTT; (3) ditemukannya paku pohon jenis baru endemik Pulau Timor, di CA Mutis, oleh Adjie B., Kurniawan, dkk, yang telah dimuat dalam  A Journal on Taxonomic Botany Plant Sociology & Ecology., Vol. 13 (4) : 317-389, December 20, 2012. Untuk mencapatkan icon atau keunggulan potensi kawasan, tidak harus menunggu hasil RBM.


Kesimpulan

Berdasarkan hasil evaluasi awal tersebut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. RBM adalah sistem kerja yang secara tidak langsung “mengembalikan” staf ke lapangan dengan metode kerja yang jelas. Semakin sering ke lapangan, semakin banyak data yang diambil, semakin dikuasai kondisi riil lapangan.
2. RBM meningkatkan spirit kerja tim (teamwork). Hal ini dimungkinkan karena RBM tidak hanya dilakukan oleh staf resort, tetapi didukung oleh tim dari Seksi, Bidang, dan Balai Besar. RBM adalah kerja kolektif dengan didukung oleh sistem informasi yang dapat mencegah hilangnya data spasial dan non spasial.
3. RBM dengan hasil data riil dari lapangan perlu didukung dengan analisis citra, kajian-kajian lintas disiplin keilmuan, untuk meningkatkan kualitas data dan informasi yang dihasilkan. Maka, RBM harus didukung oleh kesiapan dan updating literatur yang dikelola oleh perpustaan yang memadai.
4. Peningkatan kapasitas teknis dan leadership Kepala Seksi dan stafnya, Kepala Bidang dan stafnya, PEH, penyuluh, sesuai dengan minatnya, akan membantu Tim Resort untuk lebih mampu memahami fenomena yang ditemukan di lapangan. Kapasitas untuk dapat melakukan identifikasi tumbuhan, satwa,  kesehatan lingkungan dengan mengetahui jenis-jenis tertentu sebagai indikator, analisis (kesehatan) habitat jenis satwa tertentu, analisis pasca kebakaran savana, dan lain sebagainya.
5. RBM mengisyaratkan pemantauan dan pemahaman bukan hanya ke dalam (kawasan) hutan, tetapi juga mengembangkan kemampuan untuk memahami dinamika sosial, ekonomi budaya masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan. Maka, tim RBM pelru dibekali dengan kemampuan analisa sosial,  metode-metode sosial tentang pendekatan dan pengembangan masyarakat, membangun partisipasi, dinamika kelompok, melakukan action research sederhana dengan masyarakat, dan sebagainya.
6. Keberhasilan RBM ditentukan oleh konsistensi dari pemimpin puncak  di Balai (Besar) yang didukung penuh oleh seluruh pemimpin di Bidang, Seksi, PEH, dan Tim administrasi di keproyekannya. Banyak yang ingin melakukan RBM sekedar untuk melaksanakan proyek RBM, tanpa dilanjutkan dengan proses aplikasinya di lapangan.
7. Hasil RBM dan beberapa kegiatan penunjang lainnya di tahun anggaran BBKSDA NTT 2012 telah dijadikan dasar untuk  pengusulkan kegiatan di 2013. Dukungan penyelesaian SM Kateri, TWA Ruteng, pengembangan TWA 17 Pulau, penyelesaian masalah di CA Watu Ata, adalah hasil dari RBM dan hasil analisis Flying Team serta Expert Judgment yang dilakkan oleh Ka BBKSDA ketika melakukan kunjungan lapangan dan bertemu dengan para pihak kunci. Dukungan penyelesaian masalah-masalah tersebut dalam bentuk ditemukan dan disepakatinya sistem penyelesaian masalah yang didukung dengan dana yang cukup (SM Kateri, TWA Ruteng, CA Tuti Adagae), tanpa mengabaikan resort-resort lainnya yang memiliki potensi (tersembunyi)  yang harus segera digali dan dikembangkan.
8. Hasil RBM ini akan paripurna setelah dilakukan evaluasi RBM yang melibatkan seluruh Ka Resort, Ka Seksi, Ka Bidang, PEH dan jajaran Kabid, dan Seksi di BBKSDA NTT, yang direncanakan pada bulan Juni 2013.  Hasil evaluasi akan dijadikan dasar untuk perbaikan sistem aplikasi, alur komunikasi, penanggungjawab SIM dan SitRoom. Pada saat ini, SitRoom dan SIM RBM telah didelegasikan ke tingkat Bidang, dengan tujuan agar mereka lebih berdaya dan memiliki tanggungjawab yang lebih besar dalam melakukan analisis hasil RBM di setiap Seksi dan Resort  di wilayah kerjanya.
9. Tanpa dukungan science, sebagaimana diuraikan dalam “New Initiative”, maka RBM menjadi sekedar menghasilkan potret kawasan. RBM + Science = RBM Plus. BBKSDA akan mendorong RBM Plus ini dengan cara meningkatkan kompetensi seluruh staf, melalui pelatihan, pendampingan, dan joint-research , joint-survey, dan membuka diri untuk mengundang (lembaga) penelitian dan para penelitinya untuk menggali seluruh potensi yang ada di 29 kawasan konservasi di bawah tanggungjawab BBKSDA NTT.
10.Promosi dan publikasi kinerja BBKSDA NTT, perlu terus ditingkatkan dan selanjutnya dilembagakan, seperti penerbitan buletin, buku, leaflet, press release atau press conference dengan mengundang para pihak, termasuk utamanya media massa. Hal ini merupakan mandat organisasi, agar upaya konservasi lebih memasyarakat dan mendapatkan dukungan dari publik secara luas.  Juga untuk mendorong dan meningkatkan sinergitas lintas disiplin keilmuan dan lintas stakeholder, baik di tingkat pemerintah daerah maupun di tingkat pusat.***



Catatan:
Artikel ini tidak akan pernah selesai tanpa dukungan dari kerja kolektif extended family (seluruh staf BBKSDA NTT) baik yang berada di kantor dan mereka yang menjaga di lapangan. Mereka yang bekerja dengan keikhlasan dan semangat untuk bisa memberikan yang terbaik bagi kemasalahatan masyarakat dan sekaligus menjaga sumberdaya alam ini, agar tetap lestari.Terima kasih kepada Nurman Hakim dan Juna Marjani, yang telah memberikan masukan untuk mempertajam data dan analisis dalam artikel ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan :

Pembangunan sistem aplikasi RBM dan Situation Room (SitRoom) BBKSDA NTT tidak dapat terwujud tanpa kerja keras dedikasi yang tinggi dari Ratna Hendratmoko-Program Anggaran, Setditjen PHKA, Nurman Hakim-Dit KKBHL, Dhimas Ony H-TN Karimunajawa,Wahyu Murdiyatmoko-TN Alas Purwo, yang bekerja bahu membahu dalam workshop RBM di Februari dan  Maret 2012; Tim (RBM) BBKSDA NTT, al : Hartojo,  Arief Mahmud, Maman Surachman, Zubaidi, Dadang Suryana,  Juna Marjani, Rio Duta, Evi Heryaningtyas, Wulansari Mansyur, Ora Yohannes, Dominggus Bola, Wantoko,  Yulius Ngailu, Yance, Isai,Lia, dan seluruh Kepala Resort. Mereka baik langsung maupun tidak langsung, telah berpartisipasi dalam mendorong perubahan budaya organisasi Balai Besar KSDA NTT, dan semoga mempengaruhi sikap mental dan budaya kerja di 26 KSDA lainnya di seluruh Indonesia. Staf senior-penerima Kalpataru dan Penghargaan lainnya,  yang sangat menginspirasi karena kerja lapangan tanpa mengenal lelah berpuluh tahun : Nico Demus Manu, Yesaya Talan, Hendrikus Mada, dan Yacob Kuman.

Kritik dan saran dapat ditujukan kepada:
Wiratno, Kepala Balai Besar KSDA NTT; Email : inung_w2000@yahoo.com
www.konservasiwiratno.blogspot.com
[Versi-1/Kupang, 15 April 2013]