Disusun oleh:
Wiratno, Arief Mahmud, Dominggus
Bola, Ora Yohanes, Maman Surachman,
Ro Duta, Evi Heryangningtyas,
Juna Marjani (Lab.
RBM/GIS_BBKSDA_NTT)
Latar
Belakang
BBKSDA NTT mulai membangun sistem kerja lapangan yang
disebut sebagai Resort_Based Management (RBM) sejak awal tahun 2012. Workshop
pertama dilakukan pada 5-6 Februari 2012
untuk 22 Kepala Resort, PEH, Penyuluh,
Tim SIM RBM, Kepala Seksi Kepala Bidang, Kabid Teknis, Kasie P2, dan P3. Workshop ini hanya memfokuskan pada dua nilai
dasar RBM : "Extended Family" dan
"ke Lapangan". Inilah titik pertama yang paling krusial. Register
sebagai alat kerja yang mewakili simbol lapangan diperkenalkan dalam praktik.
Data lapangan diambil dengan menggunakan register, pengambilan foto, pengambilan koordinat geografis. Jenis yang
disiapkan sebanyak 16 jenis, yaitu:
Register A: kerusakan hutan akibat pencurian, Register B: kerusakan
hutan akibat bencana alam, Register C: perburuan satwa, Register D: kematian
satwa, Register E: sebaran satwa, Register F:
sumber air, Register G: sandar kapal,Register H: pelanggaran, Register I: infrastruktur kawasan, Register J: akses
masuk kawasan, Register K: informasi pendarung, Register L: gangguan kawasan,Register M: pengamatan
satwa, Register N : obyek wisata dan jasa lingkungan, Register O: pal batas,
dan Register P: obyek lainnya. Sistem aplikasi database RBM dirancang untuk
mengatasi keterbatasan jaringan internet sekaligus mengakomodasi jauhnya jarak
resort ke Seksi Wilayah, dan Seksi Wilayah ke Bidang Wilayah, dan ke Balai
Besar di Kupang. Workshop kedua dilakukan pada 19-21 Maret 2012. Aplikasi database mulai diimplementasikan.Termasuk
eksperimentasi Situation Room untuk memberikan gambaran umum tentang NTT,
(sejarah geologi, nilai strategis NTT, sejarah penunjukan kawasan hutan); dan
informasi strategis lainnya.
SituationRoom juga menggunakan hasil dari RBM untuk kepentingan membuat skala
prioritas pengelolaan, atau bahkan dokumentasi terhadap penanganan cepat (realtime) ketika Tim menghadapi
pelanggaran di lapangan.
Biaya
RBM di BBKSDA NTT dibiayai dari anggaran patroli rutin (4
hari/bulan), dan 12 bulan dalam setahunnya. Tim resort juga dibantu oleh
PEH/penyuluh baik yang berada di Seksi maupun di Bidang. Untuk hal-hal khusus,
dikirimkan Fyling Team, yaitu PEH
atau staf struktural yang memiliki keahlian di bidang tertentu, dari Balai Besar. Tugas FT adalah membantu Tim
Resort untuk melakukan analisis secara lebih komprehensif tentang kawasan, yang
tidak mampu diidentifikasi hanya melalui register saja.
Hasil RBM
2012
Menarik mengetahui haisl analisis cepat tentang
pelaksanaan RBM di BBKSDA selama tahun 2012.
Beberapa hal yang menarik untuk didiskusikan adalah bahwa :
1. Kepala
Balai Besar dapat memantau kinerja staf setiap
resort, melalui berapa jumlah register yang diisi. Grafik berikut ini
menunjukkan jumlah register yang diisi oleh 22 resort, dengan tanggungjawab
pengelolaan di 29 lokasi kawasan konservasi. Dari grafik tersebut menyimpulkan
bahwa Resort CA Wae Wuul, selama tahun 2012, telah mengisi 427 register. Ini
angka yang tertinggi, dan diikuti oleh Resort di TWA Ruteng, dan Resort CA Watu
Ata. Lalu diikuti oleh Resort SM Kateri dan RWA 17 Pulau. Semakin banyak register diisi, semakin intens
staf berada di lapangan dan melakukan pendataan. Informasi tingkat keaktifan
staf resort kerja di lapangan tidak bisa
dipantau tanpa menggunakan sistem RBM ini.
Grafik 1: Jumlah penggunaan register pada 22 Resort:
Sumber: Lab.RBM/GIS BBKSDA NTT (2013)
2. Pemantauan prestasi kerja,
bukan hanya terbatas pada kinerja di tingkar Resort, tetapi juga dapat dilihat
pada tingkat Seksi Wilayah. Grafik 2 menunjukkan di antara ke empat Seksi
Wilayah, Seksi Konservasi Wilayah III
paling banyak menggunakan register dalam pelaksanaan RBM 2012. Register yang
sering digunakan (mulai dari yang terbanyak) adalah : register pal batas (391),
register sebaran satwa (340), register obyek lainnya (232), register gangguan
kawasan (221), register infrastruktur kawasan (185), register bencana alam
(104), register penebangan liar (55), register sumber air (46), register
jasling (40), dan register informasi pelanggaran (19).
Grafik 2: Penggunaan register di
setiap Resort dan Seksi Konservasi Wilayah
Sumber: Lab RBM/GIS
BBKSDA NTT (2013)
3. Kekuatan dari RBM ini adalah
bahwa setiap pengisian register harus dilengkapi dengan pengambilan titik
koordinat dengan GPS dan pengambilan foto. Koordinat akan digunakan untuk
penggambaran lokasi pengambilan data di peta. Dengan semakin lengkapnya jumlah
data dan jenis register yang digunakan sesuai dengan kondisi resort, semakin
lengkap gambaran atau profile resort tersebut. Dalam hal CA Wae Wuul, pengecekan pal batas di
lapangan, dapat memberikan gambaran detil tentang kondisi pal (baik, rusak,
hilang), dan semua permasalah perpetaan terkait dengan batas tersebut. Peta
berikut menunjukkan gerakan Tim RBM Wae Wuul ketika cek pal batas.
Peta : Plotting koordinat pal batas hasil RBM CA Wae Wuul:
Tim RBM Resort Wae Wuul-Kab.Manggarai, melaporkan hasil
cek pal batas, sebagai berikut :
Tim RBM resort pada 12 s/d 15
Maret 2012 dan 26 s/d 31 Maret 2012 melaksanakan kegiatan pengecekan kondisi
pal batas yang ada di Cagar Alam Wae Wuul. Selama 10 hari tim di lapangan
melakukan pengambilan titik koordinat pal berikut kondisinya, pal batas yang
dijumpai berjumlah 52 pal. Kondisi pal batas dibedakan berdasarkan jenis dan
kondisinya. Berdasarkan jenisnya pal batas dibedakan menjadi 2
jenis yaitu pal gundukan batu yang dipasang pada saat kolonial Belanda,
sebelum dilakukan penataan batas kawasan dan pal beton yang merupakan hasil
tata batas. Sedangkan berdasarkan kondisinya pal batas dibedakan menjadi 4
kondisi yaitu pal dengan kondisi baik, pal digeser, pal rusak, nomor pal tidak
terbaca dan pal hilang.
Dari 52 informasi pal yang
ditemukan, terdapat tiga (3) pal beton hasil tata batas, lima (5) posisi yang
diperkirakan lokasi penanaman pal dan empat puluh empat (44) pal gundukan batu.
Pal beton yang ditemukan dengan kondisi rusak sebanyak dua (2) pal dan satu (1)
pal kondisinya baik. Sedangkan pal gundukan batu yang diketemukan dengan
kondisi baik yaitu posisi gundukan batu masih utuh sebanyak 29 pal, kondisi
batu rusak sebanyak 10 pal, kondisi batu hilang sebanyak 1 pal (gundukan batu
yang sudah tidak utuh lagi) dan kondisi batu digeser sebanyak 4 pal. Pal batas
yang hilang tapi masih dapat diindikasikan posisinya sebanyak 5 titik yaitu pal
batas dengan nomor CA 107, CA 108, CA 111, CA 22 dan CA 23. Hasil overlay data
pal batas hasil pengecekan di lapangan dengan peta tata batas jauh berbeda, hal
ini dikarenakan peta tata batas yang dipergunakan belum mengambil titik ikat di
lapangan untuk proses rektivikasi.
Efek RBM
Berdasarkan hasil diskusi dan sidak Ka BBKSDA beserta
jajaranya ke resort-resort di lapangan, pada umumnya mereka mengakui kekuatan
sistem ini, antara lain yang paling penting : (1) Data diambil dan dicatat
dengan sistem yang seragam, (2) Data tidak dipalsukan, (3) Hasil pengisian
register ditindaklanjuti, (4) staf bersemangat karena dilatih dan didampingi
oleh staf Seksi mupun staf dari Balai Besar.
Pola kerja RBM ini memaksa mereka harus ke lapangan.
Ketika di lapangan, mereka akan menemukan banyak hal baru baik menemukan
hal-hal yang bersifat potensi maupun permasalahan.Pada umumnya, mereka
menyadari bahwa kembali ke lapangan dengan pola RBM ini adalah sistem kerja
yang sebaiknya diteruskan. Lapangan semakin terpantau kondisinya. Hasil
analisis RBM juga ditindaklanjuti dengan cepat di tingkat Balai Besar.
Efek
lain adalah pimpinan dimudahkan dalam menetapkan prioritas kebijakan
pengelolaan. Penanganan SM Kateri, TWA Ruteng, CA Wae Wuul, TWA 17 Pulau,
adalah salah satu contoh efek RBM yang telah menghidupkan siklus
"data-keputusan-tindakan".
New Initiative
Sambil melaksanakan RBM, budaya kerja dan sikap mental
“cinta ilmu” dengan memupuk “rasa ingin tahu” yang semakin kuat dan sensitif,
Tim BBKSDA mendorong upaya-upaya baru, agar tidak terjebak pada mitos bahwa
kelola kawasan konservasi selalu berurusan dengan “masalah”, sehingga potensi
tidak sempat diteliti, dikembangkan, dipublikasikan, untuk kepentingan
masyarakat. Juga untuk kepentingan ilmu pengetahuan berjangka panjang.
Untuk itu, Tim BBKSDA NTT tidak bisa bekerja sendiri, dan
memang kerja konservasi haram hukumnya bekerja sendiri, soliter, seperti “katak
dalam tempurung”. Sikap mental membuka diri dengan mempermudah izin untuk akses
riset-riset dasar maupun riset-riset terapan, mulai menunjukkan hasilnya.
Pihak BBKSDA NTT telah bekerjasama dengan peneliti dan LSM atau pihak
lainnya yang mencoba membantu riset atau survai di wilayah-wilayah yang masih
belum diungkap rahasianya. Beberapa temuan awal yang menarik, sepanjang tahun
anggaran 2012, adalah : (1) survai
komodo di CA Wae Wuul dan Pulau Ontoloe di TWA 17 Pulau, yang bekerjasama dengan Komodo Survival
Program (KSP). Penggunaan camera trapp, telah membuktinya keberadaan 6-8
individu komodo di P.Ontoloe yang luasnya hanya 600 hektar; (2) riset khusus,
sponge (Candidaspongia sp), yang
berpotensi untuk anticancer, di TWA Teluk Kupang, bekerjasama dengan Dr.
Agus Trianto-Fisheries and Marine Science,
UNDIP, yang ditindaklajuti dengan MoU dan dukungan pendanaannya oleh BBKSDA
NTT; (3) ditemukannya paku pohon jenis baru endemik Pulau Timor, di CA Mutis,
oleh Adjie B., Kurniawan, dkk, yang telah dimuat dalam A Journal on Taxonomic Botany Plant Sociology
& Ecology., Vol. 13 (4) : 317-389, December 20, 2012. Untuk mencapatkan icon atau keunggulan potensi kawasan,
tidak harus menunggu hasil RBM.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil evaluasi awal tersebut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
RBM adalah sistem kerja yang secara tidak
langsung “mengembalikan” staf ke lapangan dengan metode kerja yang jelas.
Semakin sering ke lapangan, semakin banyak data yang diambil, semakin dikuasai
kondisi riil lapangan.
2. RBM meningkatkan spirit kerja tim (teamwork). Hal ini dimungkinkan karena
RBM tidak hanya dilakukan oleh staf resort, tetapi didukung oleh tim dari
Seksi, Bidang, dan Balai Besar. RBM adalah kerja kolektif dengan didukung oleh
sistem informasi yang dapat mencegah hilangnya data spasial dan non spasial.
3. RBM dengan hasil data riil dari lapangan perlu
didukung dengan analisis citra, kajian-kajian lintas disiplin keilmuan, untuk
meningkatkan kualitas data dan informasi yang dihasilkan. Maka, RBM harus
didukung oleh kesiapan dan updating literatur yang dikelola oleh perpustaan
yang memadai.
4.
Peningkatan kapasitas teknis dan
leadership Kepala Seksi dan stafnya, Kepala Bidang dan stafnya, PEH, penyuluh,
sesuai dengan minatnya, akan membantu Tim Resort untuk lebih mampu memahami
fenomena yang ditemukan di lapangan. Kapasitas untuk dapat melakukan
identifikasi tumbuhan, satwa, kesehatan
lingkungan dengan mengetahui jenis-jenis tertentu sebagai indikator, analisis
(kesehatan) habitat jenis satwa tertentu, analisis pasca kebakaran savana, dan
lain sebagainya.
5. RBM mengisyaratkan pemantauan dan pemahaman
bukan hanya ke dalam (kawasan) hutan, tetapi juga mengembangkan kemampuan untuk
memahami dinamika sosial, ekonomi budaya masyarakat yang tinggal di dalam atau
di sekitar kawasan. Maka, tim RBM pelru dibekali dengan kemampuan analisa
sosial, metode-metode sosial tentang
pendekatan dan pengembangan masyarakat, membangun partisipasi, dinamika
kelompok, melakukan action research
sederhana dengan masyarakat, dan sebagainya.
6. Keberhasilan RBM ditentukan oleh konsistensi
dari pemimpin puncak di Balai (Besar)
yang didukung penuh oleh seluruh pemimpin di Bidang, Seksi, PEH, dan Tim
administrasi di keproyekannya. Banyak yang ingin melakukan RBM sekedar untuk
melaksanakan proyek RBM, tanpa dilanjutkan dengan proses aplikasinya di
lapangan.
7. Hasil RBM dan beberapa kegiatan penunjang
lainnya di tahun anggaran BBKSDA NTT 2012 telah dijadikan dasar untuk pengusulkan kegiatan di 2013. Dukungan
penyelesaian SM Kateri, TWA Ruteng, pengembangan TWA 17 Pulau, penyelesaian
masalah di CA Watu Ata, adalah hasil dari RBM dan hasil analisis Flying Team serta Expert Judgment yang dilakkan oleh Ka BBKSDA ketika melakukan
kunjungan lapangan dan bertemu dengan para pihak kunci. Dukungan penyelesaian
masalah-masalah tersebut dalam bentuk ditemukan dan disepakatinya sistem
penyelesaian masalah yang didukung dengan dana yang cukup (SM Kateri, TWA
Ruteng, CA Tuti Adagae), tanpa mengabaikan resort-resort lainnya yang memiliki
potensi (tersembunyi) yang harus segera
digali dan dikembangkan.
8. Hasil RBM ini akan paripurna setelah dilakukan
evaluasi RBM yang melibatkan seluruh Ka Resort, Ka Seksi, Ka Bidang, PEH dan
jajaran Kabid, dan Seksi di BBKSDA NTT, yang direncanakan pada bulan Juni
2013. Hasil evaluasi akan dijadikan dasar
untuk perbaikan sistem aplikasi, alur komunikasi, penanggungjawab SIM dan
SitRoom. Pada saat ini, SitRoom dan SIM RBM telah didelegasikan ke tingkat
Bidang, dengan tujuan agar mereka lebih berdaya dan memiliki tanggungjawab yang
lebih besar dalam melakukan analisis hasil RBM di setiap Seksi dan Resort di wilayah kerjanya.
9. Tanpa dukungan science, sebagaimana diuraikan dalam “New Initiative”, maka RBM menjadi sekedar menghasilkan potret
kawasan. RBM + Science = RBM Plus.
BBKSDA akan mendorong RBM Plus ini dengan cara meningkatkan kompetensi seluruh
staf, melalui pelatihan, pendampingan, dan joint-research
, joint-survey, dan membuka diri
untuk mengundang (lembaga) penelitian dan para penelitinya untuk menggali
seluruh potensi yang ada di 29 kawasan konservasi di bawah tanggungjawab BBKSDA
NTT.
10.Promosi
dan publikasi kinerja BBKSDA NTT, perlu terus ditingkatkan dan selanjutnya
dilembagakan, seperti penerbitan buletin, buku, leaflet, press release
atau press conference dengan
mengundang para pihak, termasuk utamanya media massa. Hal ini merupakan mandat
organisasi, agar upaya konservasi lebih memasyarakat dan mendapatkan dukungan
dari publik secara luas. Juga untuk
mendorong dan meningkatkan sinergitas lintas disiplin keilmuan dan lintas stakeholder, baik di tingkat pemerintah
daerah maupun di tingkat pusat.***
Catatan:
Artikel ini tidak
akan pernah selesai tanpa dukungan dari kerja kolektif extended family (seluruh
staf BBKSDA NTT) baik yang berada di kantor dan mereka yang menjaga di lapangan.
Mereka yang bekerja dengan keikhlasan dan semangat untuk bisa memberikan yang
terbaik bagi kemasalahatan masyarakat dan sekaligus menjaga sumberdaya alam
ini, agar tetap lestari.Terima kasih kepada Nurman Hakim dan Juna Marjani, yang
telah memberikan masukan untuk mempertajam data dan analisis dalam artikel ini.
Ucapan terima kasih
dan penghargaan :
Pembangunan sistem
aplikasi RBM dan Situation Room (SitRoom) BBKSDA NTT tidak dapat terwujud tanpa
kerja keras dedikasi yang tinggi dari Ratna Hendratmoko-Program Anggaran,
Setditjen PHKA, Nurman Hakim-Dit KKBHL, Dhimas Ony H-TN Karimunajawa,Wahyu
Murdiyatmoko-TN Alas Purwo, yang bekerja bahu membahu dalam workshop RBM di
Februari dan Maret 2012; Tim (RBM)
BBKSDA NTT, al : Hartojo, Arief Mahmud,
Maman Surachman, Zubaidi, Dadang Suryana, Juna Marjani, Rio Duta, Evi Heryaningtyas,
Wulansari Mansyur, Ora Yohannes, Dominggus Bola, Wantoko, Yulius Ngailu, Yance, Isai,Lia, dan seluruh
Kepala Resort. Mereka baik langsung maupun tidak langsung, telah berpartisipasi
dalam mendorong perubahan budaya organisasi Balai Besar KSDA NTT, dan semoga
mempengaruhi sikap mental dan budaya kerja di 26 KSDA lainnya di seluruh
Indonesia. Staf senior-penerima
Kalpataru dan Penghargaan lainnya, yang
sangat menginspirasi karena kerja lapangan tanpa mengenal lelah berpuluh tahun
: Nico Demus Manu, Yesaya Talan, Hendrikus Mada, dan Yacob Kuman.
Kritik
dan saran dapat ditujukan kepada:
Wiratno, Kepala Balai
Besar KSDA NTT; Email : inung_w2000@yahoo.com;
www.konservasiwiratno.blogspot.com
[Versi-1/Kupang, 15
April 2013]