Apa itu Extended
Family?
Mungkin banyak pihak akan bertanya apa
itu “Extended Family” (EF) atau dapat disebut pula sebagai
“Keluarga Batih”? Secara definisi, EF
adalah satuan sosial yang terdiri dari keluarga inti dan saudara sedarah,
sering kali mencakup tiga generasi atau lebih. Saya tidak mencari teori di
konsep tersebut. Tetapi dalam pemahaman saya, EF adalah keluarga yang lebih
luas dari sekedar hubungan darah keluarga kita, istri dan anak sampai beberapa
generasi kemudian.
Dalam hal
Direktorat Jenderal KSDAE, anggota EF-nya
minimal adalah 6.681 stafnya sebagai pegawai negeri sipil ditambah 3.480
pegawai pemerintah non PNS yang tersebar di seluruh tanah air. Karena Ditjen
KSDAE beserta 74 UPT di seluruh tanah air mendapatkan mandat mengelola kawasan konservasi yang luasnya
27,14 juta hektar, maka anggota keluarga besar KSDAE dapat bertambah dengan
masyarakat di 6.203 desa-desa di 1.592 kecamatan, dam 355 kabupaten yang berbatasan dengan kawasan konservasi,
yang pada tahun 2016, berpenduduk 9,5 juta jiwa. Jumlah ini masih ditambah
dengan mitra-mitra Ditjen KSDAE yang membantu bekerja bahu membahu dalam kelola
kawasan konservasi, para peneliti, praktisi, dan mereka yang peduli pada
pelestarian kawasan konservasi dengan semua isi dan manfaatnya. Bahkan, satwa
liar di mana pun berada dan ribuan jenis flora juga menjadi bagian dari
“keluarga besar” kita.
Sistem Nilai dalam
Extended Family
Nilai-nilai yang dibangun dalam EF sebenarnya hampir sama dengan
nilai-nilai dalam keluarga kecil. Nilai-nilai tersebut harus disemai,
ditanamkan, dipelihara dan dikembangkan secara partisipatif – dialogis -
inklusif sehingga secara bertahap dapat menjadi bagian dari skema “bawah sadar”
semua anggota keluarga dalam EF tersebut. Nilai-nilai tersebut adalah : (1)
kerja sama dan kebersamaan, (2) kegotongroyongan, (3) kekompakan, (4) saling
mengingatkan dan mengajak, (5) saling percaya, (6) “no one left behind” (7) kesadaran kolektif, (8) aksi kolektif, dan
(9) saling belajar, (10) komunikasi asertif, dan (11) membangun sistem
bertetanggaan yang baik.
Nilai-nilai
tersebut tentu dibangun dengan sikap mental seorang pemimpin yang menyadari
akan semakin tinggi dan beragamnya persoalan yang dihadapi dalam kelola kawasan
konservasi. Namun juga disadari banyaknya peluang untuk bisa mengembangkan
berbagai potensi kawasan konservasi maupun modal sosial yang dimiliki baik oleh
keluarga besar atau Extended Family
Ditjen KSDAE, mitra, dan masyarakat.
Untuk membangun EF yang sangat besar tersebut, di mana
pun kita berada, sebaiknya
mempertimbangkan prinsip “5K”, yaitu: (1) Kepeloporan, (2) Keberpihakan, (3)
Kepedulian, (4) Konsistensi, dan (5) Kepemimpinan. Kepeloporan adalah sikap
mental menjadi yang pertama, menjadi seorang pionir dalam memulai sesuatu yang
baru untuk kepentingan EF. Keberpihakan adalah sikap mental memperhatikan dan
memprioritaskan bagi anggota yang tertinggal, terbelakang, terabaikan, untuk
ditemani agar maju bersama sama anggota yang lainnya. Kepedulian adalah spirit
peduli terhadap mereka yang memerlukan dukungan, bantuan, atau pendampingan
dari kita. Konsistensi adalah sikap pantang menyerah, bekerja dengan antusiasme
yang tinggi, dan persisten untuk terus bekerja sampai berhasil mencapai
tujuannya. Kepemimpinan yang memiliki integritas akan mampu melaksanakan
keempat sikap mental tersebut di atas.
Fenomena drh. Rosa
Saya akan sampaikan contoh nyata nilai-nilai dalam EF tersebut
dalam kisah nyata dari lapangan dalam bentuk foto yang sangat menyentuh hati
nurani kita, apabila kita memakai cara pandang yang disebut “sensing”. Sensing adalah seeing from
your heart dalam Theory U-nya C. Otto Scharmer (2007). Contoh kali ini saya
sampaikan adalah salah satu dari 3.480 pegawai pemerintah Non PNS, yaitu drh.
Rosa.
Drh. Rosa adalah
contoh warga dari EF Ditjen KSDAE
yang bukan hanya sekedar bekerja. Ia membangun karya, tentang “penyelamatan
satwa liar” kebanggaan Indonesia, karena kepunahan. Dari foto itu telah
menunjukkan kepada kita, betapa sayangnya drh. Rosa itu kepada “pasien”
istimewanya. Ia termasuk kelompok apa yang saya sebut sebagai “manusia unggul”
atau “manusia matahari”. Manusia yang bekerja dengan antusiasme yang tinggi.
Artinya ia bekerja dengan hatinya. Ia juga bersikap peduli terhadap nasib satwa
liar yang tidak bisa langsung berbicara kepada manusia, tetapi drh. Rosa
mengerti penderitaan gajah tersebut. Akan banyak contoh lainnya dalam keluarga EF yang membuat kita semakin yakin
bahwa “we never feel alone”. Spirit
dan “virus” kebaikan dan kemuliaan drh. Rosa itu menjalar dengan cepat ke
seluruh keluarga besar EF. Mendorong
meluasnya cahaya dan energi positif ke hampir semua penjuru dunia dengan cepat
melalui kendaraan canggih bernama medsos.
Contoh lainnya
ditunjukkan oleh Pak Kasim Wijaya, Syukur ‘Sugeng’ Alfajar, dan Biksu
Nyanaprathama Mahasthavira yang bahu membahu membangun Lembaga Konservasi
Barumun Nagari, yang mengedepankan animal
rights, dimana satwa liar seperti gajah bisa hidup bebas, dijaga, dan
terjaga. Fenomena baru yang membuat kita bangga. Karena tumbuh kesadaran
kolektif dan akhirnya melahirkan aksi-aksi kolektif di tingkat lapangan, di
tingkat tapak. Ditjen KSDAE hanya mendorong terbangunnya iklim yang sehat untuk
meluasnya inisiatif tersebut.
Lahirnya kebijakan
kemitraan konservasi, dimana apabila masyarakat desa-desa sekitar kawasan
konservasi, terpaksa menggarap lahan di dalam kawasan konservasi, mereka
diperlakukan lebih manusiawi. Dibentuk kelompok-kelompok tani, dimitrakan
dengan Balai TN/KSDA dengan disepakatinya hak dan kewajiban kelompok. Mereka
wajib membangun agroforestri, membantu patroli, melapor bila ada satwa
terjerat, menghentikan perburuan satwa, dan sebagainya. Mereka dibantu dan
difasilitasi untuk membangun pertanian yang sehat dan memasarkan hasilnya.
Pertanian sehat tanpa pupuk kimia telah dikembangkan di daerah penyangga TN
Gunung Ciremai. Pak Padmo Wiyoso dan Dr. Suryo Wiyono dari Lab Proteksi Tanaman
IPB yang memulai upaya mulia ini. Telah ditemukan tiga kelompok mikroba yang
berguna bagi tanaman. Pertama, cendawan patogen serangga hama, yaitu cendawan Hirsutella sp dan Lecanicillium sp. Kedua, isolat
bakteri pemacu pertumbuhan, yaitu C71 yang mampu meningkatkan panjang akar
bibit tomat 42,3% dan meningkatkan daya kecambah sebesar 178%, tomat tahan
penyakit bercak daun. Ketiga, bakteri yang dapat menekan dampak frost
yaitu PGMJ 1 (dari kemlandingan gunung), dan A1 (dari Anggrek Vanda sp.), keduanya dengan tingkat keefektifan 66,6%. Mereka
adalah anggota kehormatan dalam Extended Family Ditjen KSDAE.
Selamat Datang di Extended Family Ditjen KSDAE.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar