Kisah dimulai ketika Penulis sedang melakukan perjalanan ke Timika 1 September 2010 untuk menghadiri Workshop Zonasi TN Lorentz, salah satu dari enam World Heritage yang dimiliki Indonesia saat ini. Dari diskusi selama workshop, membawa penulis pada kenyataan tragis tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Informasi Otsus tersebut justru bukan dari forum Workshop Zonasi TN Lorentz, tetapi dari salah satu peserta, yaitu si Max (Maximus Tipogau) - salah satu inisiator dan pengelola Adventure Carstensz.
Carstensz adalah salah satu dari dua puncak gunung bersalju di tropis (satu puncak lagi di Gunung Kilimanjaro, Afrika). Salah satu latar belakang TN Lorentz menjadi Warisan Dunia adalah karena keunikan salju abadi di tropis tersebut. Saat itu Maximus bercerita (atau lebih tepat dikatakan secagai curhat), bahwa dana Otsus tidak sampai ke masyarakat, entah menguap kemana. Lalu dihubungkan dengan apa yang diberikan TN Lorentz kepada masyarakat? Apalagi TNL sebagai World Heritage, penyumbang kesehatan udara kepada dunia.
Ia menawarkan organisasinya yang dapat secara langsung menyentuh masyarakat, dengan membangun paket wisata naik gunung ke puncak Carstenzs, di ketinggian 4,000 m dpl kepada turis mancanegara. Paket 11 hari ke puncak yang mereka hargai 9,000 s/d 11,000 USD. Bakar batu, cara hidup masyarakat asli di Dusun Ugimba dimana ia lahir dan dibesarkan, dapat pula menjadi wahana menarik disamping pendakian tersebut. Intinya bahwa orang Papua harusnya dapat manfaat dari kegiatan wisata alam yang tidak merusak seperti itu. Menarik dapat mengetahui bagaimana (masyarakat) Papua selalu tertinggal dengan pola-pola pembangunan yang seperti itu. Sesuatu harus kita lakukan dan ia menawarkan small-scale investment namun nyata seperti itu. Max adalah contoh dari rakyat Papua yang dengan pikiran sederhana tetapi jitu, menterjemahkan apa yang diperlukan rakyat Papua di pedalaman sana.
Website Maximus dapat diakses di www.adventurecarstensz.com. Ia menyatakan “Puji Tuhan” telah dipertemukan dengan penulis, yang sejak awal workshop sudah tune-in dan mendapatkan chemistry-nya, dilanjutkan dengan tukar menukar nomor hape. Diskusi berlanjut di kamar 605, Hotel Serayu, Timika. Pertemuan-pertemuan di dunia ini sudah diatur dari atas sana dan penulis percaya itu semua. Salah satu putra Papua yang go global dengan ‘menjual’ alam Papua tanpa merusak. Sungguh menarik mendapatkan partner dalam perjalanan penulis mencoba mendiskripsikan ‘proses menjadi’ manusia-manusia ‘konservasi’ itu.
Ada satu hal menarik sekaligus mengherankan, Max dapat masuk ruang tunggu Bandara Freeport yang terkenal ketat itu, hanya untuk mengejar penulis memberikan file dia yang berisi kegiatannya selama ini di pendakian Carsentsz. Ia menyatakan bahwa sebenarnya PT Freeport, raksasa tambang yang berbatasan dengan Cartensz itu, bisa pula membantu dalam program CSR-nya, membantu lembaganya berarti juga akan membantu TN Lorentz. Apapun agenda ia ‘mengejar’ penulis - bahkan sampai ke Jakarta, yang ia merasakan mungkin adalah ditemukannya frekuensi yang sama, dalam hal bagaimana sikap kita terhadap masyarakat. Maximus mungkin salah satu putra Papua yang sadar akan pentingnya mengentaskan dan mengangkat masyarakat Papua masih masih jauh tertinggal dalam sebagian besar aspek kehidupan.
Penulis langsung mengontak Qiqi Bau - Yapeka dan Moko. Yang pertama, seorang dive master yang masih aktif menjadi pemandu lintas alam (termasuk laut), dan yang kedua mantan pendaki gunung jebolan Pecinta Alam Majestik Fakultas Hukum UGM. Mereka akan penulis minta membantu mewujudkan impian si Maximus. Tuhan menunjukkannya dengan perjalanan ke Papua kali ini, kemungkinan-kemungkinan yang tidak terduga, dan semoga membawa pencerahan bagi kita semua ke depan.
Sampai dengan saat ini, kami di Jakarta belum mampu secara konrkit membantu atau memfasilitasi Maximus dalam mewujudkan mimpi-mimpi besarnya: memanfaatkan sumberdaya alam Papua yang menakjubkan itu tanpa harus merusaknya. Saat ini, PT Freeport baru membantu Maximus dalam beberapa kegiatan, misalnya dalam kegiatan bersih sampah di puncak, sebagai akibat kegiatan pendakian yang tidak bertanggungjawab.
Siapa diantara ribuan pecinta lingkungan Indonesia yang tertarik membantu Maximus, putra Papua ini, yang dengan kaki tangannya sendiri mulai membangun ekowisata trekking puncak Carstensz…? Silakan menghubungi Maximus melalui website-nya.
Catatan:
Artikel ini penulis bagi ke blog, sebagai salah satu cara penulis membayar “hutang” kepada Maximus dan masyarakat di Ugimba, yang telah lama meminta dukungan penulis untuk merealisasikan mimpi-mimpi Maximus dan harapan masyarakat Ugimba….” (Juanda 15, 7 November 2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar