Oleh: Wiratno dan Tim RBM BBKSDA NTT
Pelaksanaan
RBM di BBKSDA NTT telah dimulai pada 19-21 Maret 2012; 20 - 23 Mei 2012 Evaluasi pelaksanaan RBM 2012 dan upgrade Aplikasi SIM RBM. Dalam
workshop tersebut telah dilakukan ujicoba pengambilan data lapangan di TWA
Camplong, melalui mengisian 16 jenis tallysheet
(register), oleh petugas Resort, dimasukkan ke dalam aplikasi (excel format) di Seksi
Wilayah, dan selanjutkan dikirimkan via email ke Tim RBM di Balai Besar. Kami menerapkan sistem grid (100
Ha/grid), untuk memudahkan pemantauan cakupan dan membuat prioritas wilayah
mana yang perlu dilakukan cek oleh Tim RBM. Apabila dipandang penting dan
urgen, Tim RBM di resort dibantu oleh Flying
Team (FT) atau Mobile Team. Tim ini terdiri dari PEH atau penyuluh di
Balai Besar atau Bidang Wilayah. Tujuan pengiriman FT ini selain untuk membantu
Tim RBM di resort, juga untuk memberikan pengalaman lapangan bagi PEH penyuluh,
yang pada tahun 2012 masih banyak berada di Balai Besar. Model aliran data dan informasi tergambar
sebagaimana flowchart terlampir.
Apa yang Telah Dicapai?
Dalam workshop 28
September - 1 Oktober
2013, BBKSDA NTT dibantu Dhimas Ony, Nurman Hakim,
mendiskusikan penggunaan 7 (tujuh) jenis tallyshet (register) yang semula 16 jenis pada RBM 2012, dan mencoba menerapkan aplikasi SIM
RBM 2013, serta evaluasi kegiatan RBM
2012. Hasil dari workshop tersebut,
menghasilkan temuan yang
cukup menarik sebagai berikut :
1. BBKSDA dapat mengetahui prestasi kerja Resort, dengan melakukan
analisis jumlah pengisian tallysheet (register), sebagaimana
digambarkan dalam grafik di bawah ini. Resort Konservasi Wilayah (RKW) CA Wae
Wuul merupakan resort yang paling aktif
ke lapangan. Pada periode 2012 sebanyak
427 register telah diisi. Diikuti dengan
RKW II, RKW I (TWA Ruteng), RKW
CA Watu Ata. Keempat RKW tersebut di bawah Bidang Konservasi Wilayah I Flores.
Hal ini juga sebagai salah satu indikator semakin tingginya tingkat kehadiran
Resort beserta stafnya di lapangan.
Gambar 1. Jumlah pengisian tallysheet
RBM per Resort di BBKSDA NTT tahun 2012.
2. Ketika kehadiran staf di
lapangan meningkat, maka berbagai persoalan yang ditemui di lapangan diharapkan
dapat diantisipasi dengan lebih cepat dan tepat. Ketika Tim RBM menemui kasus
perambahan atau illegal logging,
dapat langsung ditangani di lapangan dan segera diproses di tingkat Bidang
Wilayah. Tim RBM juga wajib membangun komunikasi dan kerjasama dengan
tokoh-tokoh di desa-desa yang berbatasan dengan kawasan, baik tokoh adat, tokoh
formal, dan pihak lembaga keagamaan. Cairnya komunikasi ini juga menjadi modal
dasar bagi pembentukan kelompok-kelompok mitra Polhut, mitra KSDA, masyarakat
peduli api, dan kelompok untuk RHL/Restorasi, dan sebagainya.
3. Meningkatnya semangat kerja Tim di tingkat Resort maupun Mobile
Tim, karena merasa hasil kerjanya dihargai dan dijadikan masukan untuk
perencanaan di tingkat Bidang Wilayah maupun di Balai Besar. Data hasil RBM
diolah dan dijadikan masukan untuk Kepala BBKSDA dalam mengambil langkah2 nyata
dan cepat, apabila memang diperlukan. Demikian pula, data yang valid dari
lapangan, dipadukan dengan pengetahuan kepala resort, pengalaman tokoh
masyarakat, hasil kajian peneliti, survai, text book, dan sebagainya diramu dan
diharapkan dijadikan bahan untuk meningkatkan kualitas perencanaan, yang
disusun secara partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur di Balai Besar,
Bidang Wilayah, Seksi, dan Resort.
4. Khusus mengenai hasil cek tata batas kawasan oleh Tim RBM,
merupakan data sangat valid untuk disampaikan dalam bilateral meeting dengan BPKH Wilayah XIV Kupang, dalam menyusun
rencana dan membuat prioritas rekonstruksi, sesuai dengan kepentingan dan
tingkat gangguan kawasan yang disebabkan oleh dinamika pembangunan (pembangunan
jalan, berkembangnya obyek wisata, dan sebagainya. Grafik 2 berikut menunjukkan jumlah pal batas
yang dicek oleh seluruh Tim RBM BBKSDA NTT.
Gambar 2. Cek Pal Batas Tim RBM BBKSDA NTT Tahun 2012.
Analisis kondisi pal
batas dapat dilakukan untuk masing-masing SKW (SKW I Atambua, SKW II Camplong,
SKW III Maumere, dan SKW IV Alor ),
sebagaiana dicontohkan pada grafik berikut ini. Grafik 3 menunjukkan fakta bahwa dari 713 pal
yang telah dicek dengan hasil : 378 pal (53%) dalam kondisi baik; 98 pal (14%)
rusak; 114 (16%) hilang; 69 pal (10%) nomor tidak terbaca; 11 pal (2%) digeser;
41 pal (6%) lainnya-berupa gundukan tanah dan gundukan batu, yaitu tanda batas
jaman Belanda, dan pal sebagai titik ikat; dan 2 pal (1%) kode pal belum diganti.
Gambar 3. Kondisi pal
batas per Seksi Konservasi Wilayah
Dengan mempertimbangkan hasil dan
manfaat dari penerapan RBM BBKSDA NTT tahun 2012, dan masih terus dilanjutkan
pada tahun anggaran 2013, Tim RBM BBKSDA NTT mengusulkan :
- Pelaksanaan RBM juga dapat untuk diberlakukan di 27 Balai (Besar) KSDA seluruh Indonesia. Pada saat ini, baru Balai KSDA Sulawesi Tenggara yang berinisiatif mulai melaksanakan RBM, Balai KSDA Kalimantan Barat, dengan dukungan dari Subdit Pemolaan dan Pengembangan-Dit KKBPL, didukung oleh instruktur RBM dari TN Alas Purwo, TN Karimunjawa, dan BBKSDA NTT.
- Agar pengelolaan kawasan konservasi berbasis resort atau RBM ini dimasukkan ke dalam Renstra Ditjen PHKA 2015-2019.
- Perlu segera dilakukan workshop RBM khusus untuk 77 Kepala Balai (Besar) TN dan KSDA, dengan tujuan untuk membangun persepsi yang sama tentang RBM, mengingat workshop RBM yang telah dilaksanakan sejak tahun 2010-2013, belum melibatkan Kepala Balai (Besar) TN dan KSDA. RBM bukan tujuan. Ia sarana atau alat untuk mencapai tujuan pengelolaan kawasan konservasi.
- Pendampingan pelaksanaan RBM terutama di Balai (Besar) KSDA perlu terus dilakukan oleh Dit KKBHL dibantu oleh Jaringan Instruktur RBM yang tersebar di beberapa UPT, seperti TN Alas Purwo, TN Karimunjawa, TN Halimun Salak, BBKSDA NTT.
- Alokasi anggaran yang memadai untuk mendorong diterapkannya RBM, seperti penambahan hari patroli rutin dari 4 hari menjadi 15 hari per bulan, sehingga dapat meningkatkan kehadiran staf di lapangan.***