"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

21 Oktober 2013

Dua Tahun Penerapan RBM di Balai Besar KSDA NTT

Oleh: Wiratno dan Tim RBM BBKSDA NTT

Pelaksanaan RBM di BBKSDA NTT telah dimulai pada 19-21 Maret 2012; 20 - 23 Mei 2012 Evaluasi pelaksanaan RBM 2012 dan upgrade Aplikasi SIM RBM. Dalam workshop tersebut telah dilakukan ujicoba pengambilan data lapangan di TWA Camplong, melalui mengisian 16 jenis tallysheet (register), oleh petugas Resort, dimasukkan ke dalam aplikasi (excel format) di Seksi Wilayah, dan selanjutkan dikirimkan via email ke Tim RBM di  Balai Besar. Kami menerapkan sistem grid (100 Ha/grid), untuk memudahkan pemantauan cakupan dan membuat prioritas wilayah mana yang perlu dilakukan cek oleh Tim RBM. Apabila dipandang penting dan urgen, Tim RBM di resort dibantu oleh Flying Team (FT) atau Mobile Team.  Tim ini terdiri dari PEH atau penyuluh di Balai Besar atau Bidang Wilayah. Tujuan pengiriman FT ini selain untuk membantu Tim RBM di resort, juga untuk memberikan pengalaman lapangan bagi PEH penyuluh, yang pada tahun 2012 masih banyak berada di Balai Besar. Model aliran data dan informasi tergambar sebagaimana flowchart terlampir.

Apa yang Telah Dicapai?
Dalam workshop 28 September - 1 Oktober 2013, BBKSDA NTT dibantu Dhimas Ony, Nurman Hakim, mendiskusikan  penggunaan 7 (tujuh) jenis  tallyshet (register) yang semula 16 jenis pada RBM 2012, dan  mencoba menerapkan aplikasi SIM RBM 2013, serta evaluasi kegiatan RBM 2012. Hasil dari workshop tersebutmenghasilkan temuan yang cukup menarik sebagai berikut :

1. BBKSDA dapat mengetahui prestasi kerja Resort, dengan melakukan analisis jumlah pengisian  tallysheet (register), sebagaimana digambarkan dalam grafik di bawah ini. Resort Konservasi Wilayah (RKW) CA Wae Wuul merupakan resort yang  paling aktif ke lapangan. Pada periode 2012  sebanyak 427 register telah diisi. Diikuti dengan  RKW II, RKW I  (TWA Ruteng), RKW CA Watu Ata. Keempat RKW tersebut di bawah Bidang Konservasi Wilayah I Flores. Hal ini juga sebagai salah satu indikator semakin tingginya tingkat kehadiran Resort beserta stafnya di lapangan.
     

Gambar 1. Jumlah pengisian tallysheet RBM per Resort di BBKSDA NTT tahun 2012.

2. Ketika kehadiran staf di lapangan meningkat, maka berbagai persoalan yang ditemui di lapangan diharapkan dapat diantisipasi dengan lebih cepat dan tepat. Ketika Tim RBM menemui kasus perambahan atau illegal logging, dapat langsung ditangani di lapangan dan segera diproses di tingkat Bidang Wilayah. Tim RBM juga wajib membangun komunikasi dan kerjasama dengan tokoh-tokoh di desa-desa yang berbatasan dengan kawasan, baik tokoh adat, tokoh formal, dan pihak lembaga keagamaan. Cairnya komunikasi ini juga menjadi modal dasar bagi pembentukan kelompok-kelompok mitra Polhut, mitra KSDA, masyarakat peduli api, dan kelompok untuk RHL/Restorasi, dan sebagainya. 
3. Meningkatnya semangat kerja Tim di tingkat Resort maupun Mobile Tim, karena merasa hasil kerjanya dihargai dan dijadikan masukan untuk perencanaan di tingkat Bidang Wilayah maupun di Balai Besar. Data hasil RBM diolah dan dijadikan masukan untuk Kepala BBKSDA dalam mengambil langkah2 nyata dan cepat, apabila memang diperlukan. Demikian pula, data yang valid dari lapangan, dipadukan dengan pengetahuan kepala resort, pengalaman tokoh masyarakat, hasil kajian peneliti, survai, text book, dan sebagainya diramu dan diharapkan dijadikan bahan untuk  meningkatkan kualitas perencanaan, yang disusun secara partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur di Balai Besar, Bidang Wilayah, Seksi, dan Resort.
4. Khusus mengenai hasil cek tata batas kawasan oleh Tim RBM, merupakan data sangat valid untuk disampaikan dalam bilateral meeting dengan BPKH Wilayah XIV Kupang, dalam menyusun rencana dan membuat prioritas rekonstruksi, sesuai dengan kepentingan dan tingkat gangguan kawasan yang disebabkan oleh dinamika pembangunan (pembangunan jalan, berkembangnya obyek wisata, dan sebagainya.  Grafik 2 berikut menunjukkan jumlah pal batas yang dicek oleh seluruh Tim RBM BBKSDA NTT.
    
Gambar 2. Cek Pal Batas Tim RBM BBKSDA NTT Tahun 2012.

Analisis kondisi pal batas dapat dilakukan untuk masing-masing SKW (SKW I Atambua, SKW II Camplong, SKW III Maumere, dan SKW IV Alor ),  sebagaiana dicontohkan pada grafik berikut ini.  Grafik 3 menunjukkan fakta bahwa dari 713 pal yang telah dicek dengan hasil : 378 pal (53%) dalam kondisi baik; 98 pal (14%) rusak; 114 (16%) hilang; 69 pal (10%) nomor tidak terbaca; 11 pal (2%) digeser; 41 pal (6%) lainnya-berupa gundukan tanah dan gundukan batu, yaitu tanda batas jaman Belanda, dan pal sebagai titik ikat; dan 2 pal (1%) kode pal belum diganti.

Gambar 3. Kondisi pal batas per Seksi Konservasi Wilayah

Dengan mempertimbangkan hasil dan manfaat dari penerapan RBM BBKSDA NTT tahun 2012, dan masih terus dilanjutkan pada tahun anggaran 2013, Tim RBM BBKSDA NTT mengusulkan :
  1. Pelaksanaan RBM juga dapat untuk diberlakukan di  27  Balai (Besar)  KSDA seluruh Indonesia. Pada saat ini, baru Balai KSDA Sulawesi Tenggara yang berinisiatif mulai melaksanakan RBM, Balai KSDA Kalimantan Barat, dengan dukungan dari Subdit Pemolaan dan Pengembangan-Dit KKBPL, didukung oleh instruktur RBM dari TN Alas Purwo, TN Karimunjawa, dan BBKSDA NTT.
  2. Agar pengelolaan kawasan konservasi berbasis resort atau RBM ini dimasukkan ke dalam Renstra Ditjen PHKA 2015-2019.
  3. Perlu segera dilakukan  workshop RBM khusus untuk 77 Kepala Balai (Besar) TN dan KSDA, dengan tujuan untuk membangun persepsi yang sama tentang RBM, mengingat workshop RBM yang telah dilaksanakan sejak tahun 2010-2013, belum melibatkan Kepala Balai (Besar) TN dan KSDA. RBM bukan tujuan. Ia sarana atau alat untuk mencapai tujuan pengelolaan kawasan konservasi.
  4. Pendampingan pelaksanaan RBM terutama di Balai (Besar) KSDA perlu terus dilakukan oleh Dit KKBHL dibantu oleh Jaringan Instruktur RBM yang tersebar di beberapa UPT, seperti TN Alas Purwo, TN Karimunjawa, TN Halimun Salak, BBKSDA NTT.
  5. Alokasi anggaran yang memadai untuk mendorong diterapkannya RBM, seperti penambahan hari patroli rutin dari 4 hari menjadi 15 hari per bulan,  sehingga dapat meningkatkan kehadiran staf di lapangan.***