Nilai-nilai RBM
Resort-Based Management atau RBM, suatu kebijakan Ditjen PHKA yang
dimuat dalam Renstra Ditjen PHKA 2010-2014,
memerintahkan bahwa 50 taman nasional dikelola berbasiskan resort. Saat
ini pedoman “Pengelolaan Taman Nasional Berbasis Resort” sedang dalam proses
finalisasi, dan kemungkinan akan diberi payung hukum Perdirjen atau Permenhut.
Dalam perjalanannya, sejak akhir tahun 2010 sampai dengan saat ini (Juli 2012) telah diselenggarakan 21 seri workshop
termasuk yang terkahir di TN Kelimutu (Nurman Hakim, 2012), maka tidak kurang
dari 1.000 staf Ditjen PHKA telah berinteraksi dalam berbagai tingkatannya
dengan apa yang dikanal sebagai RBM. Staf UPT, dan bukan Kepala UPT yang
diundang untuk pelatihan RBM tersebut, kecuali di RBM Kupang, yang diselenggarakan
pada 10-12 Mei 2012 dimana beberapa Kepala UPT hadir dan aktif sampai akhir
workshop, yaitu Kepala Balai TN Bali Barat, Kabal TN Rinjani, Kabal TN Manipeu
Tanah Daru, KBTU KSDA NTB.
Pada
kesempatan Rakor Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati di Bandung 26 Juni
2012, Kepala Balai Besar KSDA NTT diberi kesempatan mempresentasikan SIM-RBM
BBKSDA NTT di depan seluruh Kepala Balai (Besar) TN dan KSDA. Namun demikian,
sampai dengan saat ini justru belum sempat dipresentasikan di jajaran Eselon II
Ditjen PHKA di Jakarta. Apalagi Balai (Besar) KSDA sebenarnya belum mendapatkan
mandat untuk membangun RBM, sebagaimana taman nasional.
Dalam
perjalanan waktu yang hampir 2 tahun, dimana dalam setiap proses workshop,
semakin ditemukan berbagai nilai-nilai dasar yang semakin diyakini oleh
beberapa pihak yang secara intens mendalaminya dan mempraktikkannya. Pada awal
2011, Muh Haryono menyelesaikan program doktornya di IPB dan gabung dengan
Subdit Pemolaan dan Pengembangan, sambil menunggu penempatan. Tak terasa 1
tahun mendalami RBM bersama-sama penulis dan akhirnya mendapatkan jabatan
sebagai Kepala TN Ujung Kulon pada Maret 2012.
Penulis
mendapatkan penugasan Februari 2012 di BBKSDA NTT sampai dengan saat ini.
Sebelum masa itu, muncul figur Pak Pandji Yudistira - purna tugas BBKSDA Jawa
Barat pada akhir 2009 dengan membawa angin segar tentang sejarah konservasi
alam. Ia menggali peranan Dr.S.H.Koorders dalam Perlindungan Alam di Indonesia.
Buku sejarah penting ini akan segera diterbitkan oleh Direktorat KKBHL, yang
ternyata dapat diungkapkan empat tradisi penting, yaitu (1) riset, (2)
eksplorasi ke lapangan, (3) dokumentasi, dan (4) membangun network. Empat tradisi
inilah yang mewarnai dan membuat RBM menemukan sebagian dari spirit serta
fondasinya : RBM=kembali ke lapangan; RBM=catat, dokumentasi; RBM=iqra, baca,
saling belajar; RBM=bekerjasama, saling tolong;
Maka, pada workshop RBM di Medan pada tanggal 16-18 Juli 2012, penulis
menyampaikan makalah sebagai bekal bagi peserta, yang terdiri dari staf dari Balai
Besar KSDA Sumut, Balai TN Batang Gadis, dan Balai Besar TN Gunung Leuser.
Dalam
rentang waktu 2 tahun penuh itu pula 21 workshop dan diskusi-diskusi panjang
melalui Kelompok Juanda 15, via email dan facebook, diperoleh berbagai pendapat
dan rujukan tentang nilai-nilai yang mungkin dapat diacu sebagai nilai-nilai
dasar RBM. Nilai-nilai dasar kita kembali bekerja di lapangan, mengelola
kawasan konservasi dengan segala isinya dengan luas ribuan sampai jutaan
hektar. Mengelola apa yang disebut dalam teori sebagai “common pool resorces”.
Dua belas
nilai ditemukan dan dicoba untuk diajukan dalam forum RBM, sebagaimana
dituangkan dalam makalah berjudul : “ Nilai-nilai RBM” yang pertama kali
disampaikan ada workshop RBM di Medan 16-18 Juli 2012. Kedua belas nilai
tersebut adalah : (1) Leadership/ kepemimpinan,
(2) Potret Fakta, Cek, Crosscheck,
Recheck (3) Multidisiplin, (4) Hukum Persiapan, (5) Kesetiakawanan, (6) Curiosity & Cinta Science, (7) Bermental Endurance, (8) Berani Berpendapat, (9)
Dokumentasi, (10) Strategi Masuk Kawasan, (11) Organisasi Pembelajar, dan (12)
Perilaku Asertif.
Sumber Data, Cara Pengumpulan dan
Analisis
Sebagaimana
disebutkan dalam Nilai-nilai RBM, persoalan mendasar dalam pengelolaan kawasan
konservasi di Indonesia adalah tidak adanya data yang cukup valid untuk
dianalisis, menjadi informasi, dikembangkan menjadi knowledge, dan akhirnya dijadikan modal dasar pengambilan keputusan
atau menyusun perencanaan. Di masa lalu, tanpa data yang akurat pun,
perencanaan dapat dibuat dan keputusan bisa diambil. Namun ke depan, seiring
dengan perjalanan waktu dan perkembangan kebijakan di Jakarta, maka peran data
yang valid, yang diambil dari lapangan, dengan metode yang tepat semakin
diperlukan. Hal ini seiring dengan RBM di pusat yang dikembangkan selama 2
tahun terakhir melalui workshop-workshop yang mengundang staf dari 50 taman
nasional dan beberapa KSDA.
Data
tentang kawasan dan daerah penyangganya dapat diperoleh melalui 2 cara.
Pengumpulan dan koleksi data sekunder yang berasal dari hasil survai terdahulu,
laporan perjalanan, penelitian, hasil wawancara, dan sebagainya. Maka peran library atau perpustakaan UPT menjadi sangat vital. Inilah yang
disebut sebagai proses downloading.
Dengan bantuan Google, maka dengan
mudah diperoleh data dan informasi yang tak terhingga. Ketika penulis melakukan
searching ‘Taman Nasional Kelimutu’
di Google, muncul 170.000 temuan, sangat beragam dan hampir semua hal
tentang Kelimutu dapat ditampilkan. Dalam kajian Knowledge Management System (KMC) disebut sebagai explicit knowledge (Nurman Hakim, pers comm
- 24 Juli 2012 via email).
Sumber
informasi selain yang tertulis dalam berbagai laporan atau hasil riset adalah
dari wawancara dengan staf senior. Mengapa demikian? Staf senior umumnya mereka
yang bekerja paling lama di lapangan. Sebagian besar mereka adalah pegawai PPA
yang diangkat pada dekade awal 1980-an. Maka, informasi tentang sejarah kawasan
ada di kepala mereka. Zip file
puluhan tahun ada di memori otak mereka. Selama ini, banyak pihak tidak
menyadari peran mereka dalam berkontribusi berbagi data dan informasi paling
valid tentang kawasan (kasus-kasus, potensi, kejadian-kejadian penting) dan
bahkan tentang konflik-konflik internal dalam UPT. Juga tentang keberhasilan
yang telah pernah dicapai di masa lalu dan perilaku mereka dalam ‘menjaga
kawasan’. Pengetahuan dan keahlian para senior atau nara sumber yang belum
didokumentasikan ini disebut sebagai tacit
knowledge.
SituationRoom
Ketika data
dan informasi mulai mengalir dari Tim RBM melalui tallysheet, diolah dan di-entry
ke dalam aplikasi SIM RBM di Seksi dan dikirimkan ke Bagian SIM RBM di Balai
(Besar) untuk dipetakan, akan muncul banyak ragam persoalan, antara lain
bagaimana menganalisis data yang sedemikian banyak itu. Apabila sudah dianalisis,
pertanyaan selanjutnya adalah apakah informasi yang diolah akan dipakai oleh
Bagian Perencanaan atau Seksi P2, P3, dan bahkan oleh Kepala Balai (Besar)
untuk mengambil langkah-langkah konkrit. Baik dalam kaitannya dengan
perencanaan ke depan, atau tindakan-tindakan nyata untuk mendukung Resort,
dimana Tim RBM-nya ternyata menemukan tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh
masyarakat atau pihak-pihak tertentu. (Catatan:
Ilmu yang mentransformasikan data menjadi pengetahuan inilah yang disebut sebagai
potential knowledge).
SituationRoom (SR) adalah suatu program yang diinisiasi oleh
Nurman Hakim (anggota aktif Kelompok Juanda 15), untuk dimasukkan ke dalam SIM
RBM BBKSDA NTT. SR akan membantu Kepala Balai Besar, Kabid Teknis dan Tim nya,
untuk memilah-milah berbagai data dan informasi yang diperoleh dari proses downloading (desk analisis), proses seeing dan sensing oleh Tim RBM, proses check,
recheck, dan crosscheck yang dilakukan oleh Tim Balai melalui Flying Team nya, dan dimasukkan ke dalam
fitur-fitur yang telah disiapkan dalam SR. Fitur-fitur tersebut terdiri dari :
§
Sejarah Pembentukan Kawasan
Menceritakan
pembentukan kawasan, misalnya perubahan fungsi dari HL atau HP (yang semula
dari hutan register) menjadi CA, SM,
TWA. Di NTT, banyak kawasan konservasi yang berasal dari HP atau HL dimana
di masa lalu pernah dilakukan reboisasi.
Maka di CA, SM, atau TWA ditemukan hutan tanaman kayu putih, akasia, jati.
§
Profil Kawasan
Menguraikan
secara ringkas kondisi kawasan,potensi kawasan, aksesibilitas, dan informasi
umum tentang kawasan, termasuk alamat instansi yang mengelolanya.
§
Register
Merupakan
hasil analisis Tim RBM Balai yang dipetakan. Register yang dimunculkan adalah
tallysheet yang mendominasi informasi tentang kawasan (masalah dan potensi).Dapat
berupa kondisi tata batas, potensi sumber air, potensi wisata alam, atau
kerusakan kawasan (perambahan atau illegal
logging).
§
Analisis Citra
Berupa
informasi spasial tentang tutupan vegetasi, sehingga dapat diketahui di grid
mana terdapat ‘open area’ yang
dicurigai sebagai perambahan atau yang disebabkan oleh faktor alamnya. Kawasan
konservasi dibagi ke dalam grid, dengan ukuran setiap grid 1 km2 atau 100 Ha.
§
Daerah Penyangga
Informasi
umum tentang nama_nama desa yang terletak di sekitar kawasan. Informasi
tambahan dapat ditampilkan dari analsisi potensi desa, misalnya, tentang jumlah
penduduk, jumlah ternak. Akan sangat bermanfaat apabila dapat dianalisis time series (periode 10-15 tahun)
sehingga dapat diketahui tingkat pertumbuhan penduduk atau ternaknya.
§
Sarpras Pengelolaan
Informasi
umum tentang sarana dan prasarana pengelolaan, khususnya yang berada di dekat
kawasan, seperti Kantor Resort, pondok kerja, pusat informasi, papan-papan
larangan; kelengkapan alat transportasi, GPS, peta kerja, dan sebagainya.
§
Personil
Informasi
tentang jumlah personil,pengalaman kerja, umur, tingkat pendidikan dan lain
lain.
§
Kronologi
Apabila
ditemukan masalah yang telah berlangsung cukup lama (okupasi masyarakat,
perambahan, konflik batas, ilegal logging, peruburuan satwa, kebakaran hutan),
maka dapat diisiapkan kronologi kasusnya. Kronologis disusun dengan menyebutkan
sumber informasinya, yang dapat berasal dari dokumen resmi di Balai mupun dari
pihak lain (Pemda, LSM, keterangan nara sumber).
§
Sejarah & Budaya
Fitur ini
dapat menampung berbagai informasi tentang sejarah pemukiman masyarakat dan
budaya yang berkembang di lokasi tersebut. Kearifan lokal dalam pengelolaan
sumberdaya alam dikaitkan dengan sejarah dan budaya yang berkembang, sangat
penting untuk diinformasikan. Sumber informasinya dapat berasal dari narasumber
atau kajian yang dilakkan oleh LSM setempat.
§
Kemitraan
Kerjasama
yang dilakukan antara Balai dengan para pihak, misalnya dengan LSM, atau pihak
lain seperti PLN, Balai Besar Jalan, atau kelompok masyarakat. Perlu diuraikan
kemanfaatan dari kerjasama atau berbagai persoalan yang justru muncul ketika
kerjasama tersebut berjalan. Apa pembelajaran yang diperoleh, dalam kaitannya
dengan pencapaian tujuan pengelolaan kawasan.
§
Rekomendasi Tim RBM
Tim RBM
yang dibiayai dari dana patroli rutin, diharapkan memberikan rekomendasi
terkait dengan: (1) rencana kerja Tim RBM selanjutnya (fokus pada tata batas,
atau potensi, atau persoalan lain), (2) strategi masuk kawasan (apakah perlu
dan lebih baik koordinasi dengan aparat desa/ dusun? Atau dengan tokoh informal
lainnya), dan (3) tindakan-tindakan yang sebaiknya segera diambil oleh Balai
(Besar) terhadap hasil temuan awal Tim RBM (operasi gabungan, intelijen),
masukan untuk rencana tahun depan (srapras, personil,strategi kerja, pola
koordinasi dan komunikasi), perubahan Tim RBM atau dukungan Flying Team-yang memiliki keahlian
khusus atau menghentikan sementara kegiatan di lapanga, sampai diperoleh
kejelasan analisis persoalan dan sensitivitas.
Peran Pemimpin
Model kepemimpinan seperti apa yang diperlukan dalam penerapan RBM ini?
Ia sebaiknya mampu mendorong meningkatnya kecintaan staf pada data, pada
informasi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia sebaiknya memiliki
sifat dasar ‘tidak cepat puas’, bekerja minimalis, atau terjebak dalam
formalitas keproyekan semata-mata. Ia tipe manusia yang berfikir ‘out of the box’, selalu mencari
inovasi, alternatif baru, atau mencari solusi dari beragam persoalan yang
dihadapi, baik teknis maupun non teknis. Ia figur yang memberi contoh, memberi
kesempatan stafnya untuk berkembang dan mengalami sendiri proses kerja riil di
lapangan. Ia harus mampu menyeimbangkan antara kepentingan personal (individu)
dengan kepentingan organisasi. Ia harusnya mampu membangun kebersamaan, sebagai
satu kesatuan keluarga besar (extended
family), membangun nilai-nilai kebersamaan dan kebangaan sebagai satu corps, tanpa terjebak dalam eklusivitas
kelompok.
Khusus untuk RBM, ia seharusnya mengawal langsung setiap tahapan proses
RBM, sampai ke tingkat pengambilan keputusan, juga ketika diperlukan
perubahan-perubahan yang cepat. Hal ini penting agar di lapangan dapat dirasakan
adanya perbaikan-perbaikan dengan adanya RBM ini. Apabila change tidak dapat dirasakan di lapangan, maka RBM akan terancam
menjadi sekedar formalitas keproyekan.
Hal ini merupakan beban kerja yang cukup berat walaupun menantang.
Misalnya, di BBKSDA NTT yang mengelola 29 kawasan konservasi, maka akan
terdapat 29 hasil kerja Tim RBM yang harus dicek satu per satu. Saat ini
analisis masih dilakukan di Balai Besar dibawah pengawasan langsung Kepala
Balainya. Ke depan, analisis harus mampu dilakukan di tingkat Seksi di bawah
koordinasi Kepala Bidang Wilayahnya. Hal ini untuk pembelajaran dan meningkatkan
kemampuan analisis dan logika berfikirnya ketika jumlah data dan informasi
masih sedikit, sehingga lebih mudah dianalisis.
Penutup
Perubahan sikap mental dan perilaku terhadap data menjadi sangat penting
untuk dipantau. Karena data dan informasi yang valid akan sangat membantu kita
dalam mencari alternatif solusi yang realistis. Banyak persoalan di kawasan
konservasi semakin berlarut-larut dengan skala yang semakin membesar dan
kompleks, karena kelemahan kita dalam ‘menguasai’ kondisi lapangan dalam waktu
awal munculnya persoalan tersebut. Hal itu terjadi karena kita tidak berada di
lapangan dalam waktu yang lama. Dalam beberapa kasus, kita sudah tidak berani
masuk ke kawasan, karena telah dikuasai oleh kelompok-kelompok yang telah tidak
bersedia lagi berdialog dengan kita. Kondisi inilah yang disebut oleh penulis
sebagai ‘conservation deadlock’, Kondisi
yang kita semua tidak inginkan terjadi dan meluas.***