"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

25 April 2012

Eksotisme Sumba

Hamparan lansekap perbukitan gersang berbalur mengular merona hijau di lembahnya.
Patahan meliuk mengangakan garis tajam coklat-hitam keabuan singkapan umur geologi dasar laut.

Laksana mozaik permadani savana selimuti punggung punggungmu disangga bantalan karang getas terpanggang mentari 39 derajat celcius.

Itulah citramu yang terpetakan di ruang retina mata indera dan batinku.

Di antara punggung gersang itu, meliuk sungai jernih laksana naga bersayapkan perengan dan  lembah hijau lembut menyejukkan.
Disitulah manusia dan kebudayaan Sumba mampu bertahan-memaknainya.


Sumba menghadirkan kreasi-Mu yang mengusik  tanya:  rahasia apalagi yang Engkau tabur-ujikan di ruang ego dan kesadaran indrawi-batin kami yang cupet ini?

Dalam ramuan geologi, iklim, diayak proses gerakan lempeng Samudera Hindia yang rumit ribuan tahun lalu hingga akhir zaman es, muncullah daratan Sumba dengan saripati tanahnya yang tersebar hanya  di sela-sela ceruk batu karang berpasir.

Dengan skala waktu dan titah-Mu, perlahan namun pasti terbentuk noktah-zarah asal muasal kehidupan baru; sel tunggal, mikroba, jamur, renik, tumbuhan rendah sampai tinggi - menjadikan savana dan lembah hijau layak huni bagi habitat fauna elok eksotik menawan.

Persentuhan daratan karang dan laut di kakimu pula yang mengguratkan batas pantai menakjubkan. Deburan energi gelombang beriak putih-biru di Kalala, Tarimbang, Purukambera, Walakiri, idaman penikmat laut dan peselancar.

Cendana, tectona, gmelina, gaharu, kuda, padang savana, dan kakatua Sumba.
Mereka  menghijau-hidup-menebarkan makna, meruapkan eksotika, magisme, yang menyangga daya hidup manusia dan kebudayaan Sumba. Hingga kini.

Mereka bertasbih.



Selamat Hari Bumi

Aviastar: Tambulako - Denpasar
Selasa 24 April 2012 - 1653