Oleh:
Wiratno & Sustyo Iriono [Diskusi Ende, 25 Juli 2012]
Nilai-nilai
Strategis SDA NKRI
1.
Kementerian Kehutanan memegang mandat penguasaan sumberdaya
lahan yang terluas di Indonesia.
2.
Kawasan hutan terbukti memiliki nilai strategis aktual dan
potensial yang sangat besar untuk dikelola secara bertanggung jawab untuk
kepentingan kemaslahatan rakyat.
3. Selama 40 tahun eksploitasi SDA telah menurunkan nilai dan
kualitas lingkungan hidup dan meningkatkan dampak negatifnya di berbagai aspek
kehidupan masyarakat.
4. Masih dominannya peranan negara-negara Utara dalam
pengambilan keuntungan dari eksploitasi SDA di seluruh tanah air, sehingga
berdampak pada rendahnya nilai manfaat yang diperoleh negara sekaligus
meningkatnya ketergantungan Indonesia kepada Utara.
5. Diperlukan kajian komprehensif tentang resource allocation yang rasional dan berkeadilan sosial, dengan
mengoptimalkan kemampuan iptek dalam memberikan interpretasi terhadap pola-pola
kelola yang lebih rasional, adaptif dan memenuhi rasa keadilan masyarakat .
6.
Masih banyak potensi SDA yang belum digali dan belum
diketahui manfaatnya, sementara akibat eksploitasi telah terbukti menimbulkan kerusakan berantai pada SDA, sehingga
kemungkinan nilai-nilai potensial tersebut telah hilang bersama kerusakan
lingkungan dalam skala masif, dan tidak akan pernah dapat dipulihkan, khususnya
kelompok yang tergolong non renewable resources.
7.
Nilai sumberdaya alam bukan hanya pada nilai intrinsik
tetapi juga nilai fenomenanya yang seharusnya dihargai secara memadai dan
rasional berskala waktu lintas generasi.
8. Saat ini, ekosistem dalam kondisi masih relatif baik dimana
proses ekologi secara alami masih terus berlangsung hanya ditemukan di kawasan konservasi. Oleh karena
itu, kawasan konservasi adalah aset NKRI yang memiliki nilai strategis sebagai
titik referensi.
9. Replika dan proses ditemukannya berbagai produk untuk
kepentingan manusia sebenarnya diadopsi dari hukum-hukum yang berlaku di alam.
Maka alam dengan dinamik prosesnya pada kondisi relatif tidak terganggu,
menjadi titik referensi paling strategis bagi ditemukannya berbagai produk yang
bernilai kemanusiaan tinggi, saat ini dan di masa mendatang.
10.
Maka, profesi menjaga alam, menjaga kawasan konservasi
menjadi profesi paling tinggi dan mulia di antara profesi-profesi lainnya di
muka bumi, karena nilai kemanfaatan aktual, potensial, dan nilai harapannya
yang (hampir) tidak terbatas.
Apa yang Harus
Kita Lakukan?
Mempertimbangkan ke sepuluh
pernyataan di atas, maka seluruh komponen bangsa, sudah seharusnya kembali pada
nilai-nilai dan seharusnya mampu mereinterepretasikan serta menggali nilai-nilai luhur dalam Pancasila, sebagai bahan
baku untuk proses dialektika antara dua kutub faham besar, yaitu kapitalisme vs
sosialisme. Maka, diperlukan kajian kritis multidisipliner terhadap persoalan resource allocation saat ini,
berdasarkan pilar filosofi Pancasila dan UUD 1945.
Filosofi
Konservasi
1. Sebagai aparatur negara kita harus menjaga sumberdaya alam
(cq kawasan hutan, kawasan konservasi) untuk mencapai the ultimate (never ending) goal-nya : kawasan lestari untuk
kesejahteraan generasi saat ini dan terjaga keutuhan dan fungsinya bagi mendatang),
dengan berpedoman pada hasil tafsir ulang terhadap Pasal 33 UUD 1945, dalam
konteks kekinian (perkembangan iptek dan aspirasi rakyat) dan visi NKRI 100
tahun ke depan.
2. Kawasan hutan, kawasan konservasi adalah sumberdaya yang
masuk dalam kategori common pool
resoueces (CPR). Maka, CPR hanya berhasil apabila dilakukan dengan
membangun kesadaran kolektif sebagai dasar lahirnya aksi kolektif dengan
dukungan aliansi pakar-praktisi mutidisipliner, networking dan kolaborasi pemerintah-swasta-masyarakat serta
mendapatkan dukungan politik oleh regim politik yang konsisten.
3.
Resort_Based Management (RBM) adalah kendaraan (tool) dan strategi kelola kawasan konservasi saat ini dan ke depan,
yang didorong oleh spirit : kembali ke lapangan, riset, dokumentasi, dan networking. Spirit yang dibangun oleh
Dr.S.H.Koorders sejak 1912 dalam menggerakan Perhimpunan Perlindungan Alam
Hindia Belanda. RBM mendorong perubahan sikap mental dan perilaku policy maker dan pekerja konservasi
untuk kembali menjaga, menyelesaikan masalah secara arif-kontekstual, menggali
potensi dan mendokumentasikan potensi untuk kepentingan masa depan ilmu
pengetahuan dan kemaslahatan manusia lintas generasi dalam arti seluas-luasnya.
4. Dalam konteks dinamika global dan berdampak pada kondisi
riil (kelola) kawasan konservasi, yang terus menerus mengalami tekanan yang
luar biasa, maka RBM masih harus mendapatkan spiritnya dengan cara revitalisasi
dan penemuan kembali nilai-nilai yang akan membantu policy makers dan pekerja konservasi menemukan ruh kerja
konservasi, yang nantinya akan built-in dalam profesi konservasi secara
luas. RBM harus memperhatikan dan memperhitungkan kajian sejarah dan nilai-nilai
filosofi yang digali dalam konteks NKRI dengan Lima Sila dalam Pancasila
sebagai nilai luhur dan alasan sejarah akan kelahiran NKRI.
5. Nilai-nilai luhur itu adalah Sila Kesatu, Ketuhanan Yang
Maha Esa (Tuhan pencipta alam semesta dan manusia sebagai khalifah-menjaga
bumi); Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (kelola SDA Indonesia
termasuk kawasan hutan, harus dilakukan secara beradab, mempertimbangkan kemaslahatan
rakyat Indonesia); Sila Ketiga,Persatuan Indonesia (ragam ekosistem dan bentang alam serta keindahannya-dari
bawah samudera sampai ke puncak gunung bersalju dari Sabang s/d Merauke
memiliki nilai intrinsik, potensial, dan fenomena serta ragam budaya yang
sangat tinggi yang merupakan satu kesatuan, tidak dapat dipisah-pisahkan); Sila
Keempat-Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Permusyaratan dalam Perwakilan
(kelola kawasan konservasi harus dilakukan secara musyawarah untuk mencapai
mufakat, didorong kerjasama multipihak, multidisiplin, dengan pengambilan
keputusan yang demokratis dan melibatkan para pihak); dan Sila Kelima-Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia-kelola kawasan konservasi harus
mempertimbangkan rasa keadilan, mempertimbangkan nilai-nilai sosial, budaya,
tradisi yang berakar dari saripati kehidupan masyarakat Nusantara, untuk kepentingan
masyarakat saat ini dan generasi yang akan datang).
Kesimpulan
Menerapkan RBM dalam kelola kawasan
konservasi dalam arti luas, berarti harus kembali berpegang kepada nilai-nilai
filosofi yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945, khususnya Pasal 33 secara
menyeluruh, total, dan konsisten dalam konteks interpretasi kelola kawasan
konservasi, sebagai benteng utama SDA Hayati dan Ekosistemnya sebagai titik referensi dalam konteks kekinian dan
untuk visi 100 tahun ke depan.***