"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

21 Oktober 2011

Bintang-bintang di Lokalatih RBM

Lokalatih RBM ini ditujukan untuk membangun kesefahaman 17 UPT se-Sumatera dan Jawa Barat pada tanggal 11-13 Juli 2011, di Permata Hotel, Bogor. Kesadaran tentang bagaimana membangun RBM di setiap UPT tersebut. Salah satu yang menjadi bintang selama 3 hari lokalatih tersebut adalah Ahmad Munawir. Dia bersama Ecky, Fifin, dan Mojo melakukan reformasi sistem perencanaan TN Siberut yang sudah bertahun-tahun dibuat di belakang meja kantor Balai TN Siberut di Padang, dirubah menjadi proses perencanaan dari bawah dengan melibatkan mereka yang bekerja di lapangan, di tingkat resort.


Bagaimana proses reformasi perencanaan tersebut bisa terjadi? Mas Wira (panggilan akrab Ahmad Munawir) mengatakan bahwa dalam pergaulannya dengan Koen Meyers – UNESCO-lah yang membantunya menjadi pribadi yang lebih terbuka dan harus melakukan sesuatu untuk perbaikan sistem perencanaan dan sistem kerja ke depan. Membangun kebersamaan, komunikasi di seluruh jajaran staf taman nasional menjadi bagian dari awal perbaikan tersebut. Tidak menyalahkan masa lalu, namun lebih berorientasi bagaimana ke depan lebih baik, adalah sikap yang menjadi modal dasar.

Dalam buku Yudi Latih: “ Negara Kesejahteraan”, pernyataan yang sangat tepat adalah bahwa filosofi negara kita dibangun atas dasar apa yang disebut sebagai “Politic of Hope”, politik harapan. Indonesia yang berketuhanan, Indonesia merdeka, berkeadilan, dan seterusnya…” bukan “Politic of Fear”, bukan politik ancaman, yang membuat kita menjadi gamang. Perbaikan ke depan tanpa terlalu sibuk dengan masa lalu yang buram, merupakan strategi sangat tepat.


Wira dan tim reformasinya melakukan strategi sebagaimana yang dinyatakan oleh pakar Yudi Latif tersebut. Penulis baru menyadari betapa perubahan mendasar di Balai TN Siberut telah dilakukan dengan berani namun dengan cara yang santun. Peserta lokalatih banyak yang berdecak kagum, dan akhirnya mempertanyakan apakah setelah ia pindah ke Jakarta, sistem itu tetap berjalan? Fifin -- satu-satunyanya lulusan SKMA yang sebentar lagi akan menempuh S3 di IPB, dan mengikuti lokalatih tersebut -- menjawab bahwa sistem itu tetap berjalan sampai saat ini. Betapa perlu waktu beberapa tahun untuk melakukan perubahan itu (1998 TN Siberut ditunjuk dan baru 2003 sistem bottom up planning bisa dimulai). Artinya memerlukan waktu lebih dari 15 tahun sampai dengan sekelompok staf muda berani mengusulkan perbaikan sistem perencanaan yang lebih terbuka dan mulai dari bawah, dari fakta-fakta dan kebutuhan lapangan.


Bintang kedua dalam Lokalatih tersebut adalah Keleng Ukur Sembiring, Kepala Resort Cita Raja, TN Gunung Leuser. Mengundang Keleng Ukur tidak mudah. Harus mendapatkan ijin Kepala Balai Besar. Kepala resort diundang berbagi pengalaman di forum nasional, suatu yang membuat staf lain terheran-heran. Ada apa gerangan? Ia berangkat dengan sangu tiket dan bekal dari Ahtu, anak muda staf TN Gunung Leuser, lulusan Unila yang handal dan jernih hatinya, serta terlibat penuh di areal restorasi, Sei Serdang, tempat Keleng Ukur bekerja selama lebih dari 2,5 tahun menjaga di lapangan.


Pada hari kedua RBM, penulis berbicara dengan Ami-bagian Kepegawaian Ditjen PHKA, bahwa Keleng Ukur layak diusulkan untuk dapat penghargaan Menhut di acara Rekernis PHKA. Tidak ada hitungan detik, Ami sudah berkomunikasi dengan Pak Sekditjen-Hartono, pencetus dan penerap RBM di TN Alas Purwao selama 3 tahun penuh. Dan pada hri terakhir workshop, di pagi hari, Ami meminta CV dan prestasi Pak Keleng untuk diajukan ke Dirjen PHKA. Singkat kata, di pembukaan Rakernis PHKA tanggal 18 Juli 2011, Keleng bersama 14 orang lainnya dari mitra PHKA, PPNS, dan pegawai Ditjen PHKA lainnya, mendapatkan Penghargaan Menteri Kehutanan.


Pak Keleng Ukur mendapatkan penghargaan sebagai pegawai yang bekerja penuh dedikasi di daerah terpencil (dedikasinya menjaga area restorasi di Sei Serdang, TN Gunung Leuser). Ia mengakui dua bahwa ia didampingi oleh dua orang “guru” : Suer Suryadi dan Ujang Wisnu Barata, disamping inisiator lainnya, Ratna Hendratmoko (Moko), dan Subhan. Empat serangkai penerus generasi Leuser pasca penulis meninggalkan tugas di Leuser (2005-2007). Suer yang meng-upload foto Keleng Ukur sedang bersalaman dengan Menteri Kehutanan-Bapak Zulkifli Hasan di facebook, mendapatkan sambutan meriah dari mereka yang mengetahui sejarah perjuangan penyelesaian perambahan Besitang dan sekitarnya. Keleng Ukur adalah sebuah pembuktian bahwa bila hutan dijaga-dengan hati, keringat, dan kesabaran, akan berbuahkan buah yang manis, yaitu pulihnya ekosistem, semakin fahamnya masyarakat setempat akan pentingnya mejaga hutan, dan semakin riuhnya suara satwa datang kembali ke “rumahnya” yang dulu dirambah sawit dengan suara chainsaw yang nggegirisi itu....sebuah awal baru tentang menjaga hutan, yang sudah diperintahkan di PP 28/2011.


Sehari sebelum penyerahan penghargaan, Pak Andy Basrul diskusi di ruang kerja penulis, ia berencana akan meminta Pak Keleng tugas di Resort Sekoci. Keleng Ukur akan membenahi Seksi Besitang. Mungkin setelah 3 kali gagal menyelesaikan Besitang melalui jalur pengerahan polisi dan tentara dalam jumlah besar, Pak Andy mulai memahami bahwa Besitang adalah satu fenomena yang tidak biasa. Ia mulai faham tim internal belum atau tidak solid. Bawa senjata pun tak berguna, karena staf Besitang tidak berani mencabut satu batang sawit pun ……”


Lokalatih RBM kali ini spesial karena mengundang inspirator dan motivator bak ‘sekelas’ Mario Teguh: Mas Tri wibowo dan Mas Suhariyanto. Yang pertama bergaya blak-blakan dikombinasi dengan curahan kontemplatif spiritual plus urakan. Mas Tri memiliki pengalaman panjang 3 dekade bekerja di lapangan. Yang kedua, gaya orator, lugas, melalui BB-nya beliau mensitir banyak koleksi cerita inspiratif dan akhirnya memang mengalir deras sampai akhirnya terpaksa distop moderatornya - penulis sendiri. Jago-jago senior ini memang layak dapat bintang. Peserta RBM tersihir dengan pesona mereka, sampai akhir sesi yang molor sampai 1 jam lebih. Pribadi-pribadi yang mengesankan dan sayang kalau kita generasi muda konservasi tidak bercermin dari mereka yang malang melintang di “dunia persilatan” konservasi alam Indonesia.


Catatan:

Artikel ini penulis persembahkan kepada mereka-mereka yang dengan hati dan semangat bekerja di lapangan, dengan medan yang berat penuh tantangan, namun tetap tersenyum dan mampu menunjukkan hasil karya nyata yang tentu akan diwariskan kepada kita semua. Dokumentasi dalam artikel ini dimaksudkan untuk membuat kita terjaga dan faham akan sejarah pendahulu kita, maupun figur-figur tua dan muda yang mampu membelokkan atau merubah sejarah konservasi alam. Artikel ini juga merupakan bagian dari Sub Bab Buku yang sedang penulis siapkan, namun belum tahu kapan akan diterbitkan....dengan judul : “Manusia-manusia Konservasi” (Juanda 15, Bogor, 21 Oktober 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar