"pendekatan psiko-socio culture merupakan prasyarat memahami perilaku masyarakat dan membangun kesadaran bersama untuk mengelola kawasan konservasi yang lebih manusiawi"

16 Oktober 2011

Peran Raja dalam Konservasi: Pelajaran dari Bhutan

Bhutan, negeri yang luasnya 38.394 Km2 menjadi salah satu benteng di bagian timur jajaran Pegunungan Himalaya, terletak di ketinggian 590,55 ft sampai dengan 24,770,3 ft. Berbatasan dengan dataran tinggi Tibet di China ke arah Utara dan Selatan, dan Timur-Barat bertentangga dengan India. Bhutan dikenal dengan julukan “Druk Yul” yang artinya ”Land of the Thunder Dragon”. Bhutan masih menutup diri, sampai tahun 1960 dimana negara ini membuka dirinya untuk dunia modern dan memulai proses pembangunan ekonomi dan sosialnya.

Visi

Pada tahun 2000, di bawah Yang Mulia Raja Bhutan Ke Empat, dicanangkan filosofi tentang pembangunan di satu sisi dan perlindungan lingkungan. Filosofi ini memiliki nilai spiritual, emosional, bagi kesejahteraan masyarakat, dan dikenal sebagai “Gross National Happines” (GNH). Keputusan-keputusan ekonomi di Bhutan, sangat ditentukan oleh berbagai pertimbangan budaya, agama, sosial, dan lingkungan. GNH ditopang oleh 4 pilar, yaitu: pelestarian budaya, keseimbangan antara pengembangan sosial-ekonomi, kepemerintahan yang baik (good governance), dan perlindungan atau konservasi lingkungan. Berdasarkan filosofi GNH tersebut, Bhutan telah menyusun dokumen Bhutan 2020, yang berisikan tujuan pembangunan dan prioritas dalam perspektif 20 tahun, prinsip-prinsip kunci untuk memberikan arahan dalam proses pembangunan tersebut.

Zona Ekologi

Bhutan dibagi ke dalam 3 zona ekologi, yaitu zona alpin (> 4000 m), zona temperate (1000-4000 m), dan zona sub-tropikal (200-1000 m). Puncak tertinggi adalah Jhomolhari di bagian barat, pada ketinggian 7.314 m dan masih terdapat 9 puncak lainnya pada ketinggian di atas 7.000 m. Di bagian utara, terdapat puncak Himalaya bersalju pada ketinggian di atas 7.500 m memanjang sepanjang perbatasan Bhutan-China. Di bagian utara Bhutan, terdiri dari jajaran puncak-puncak pegunungan glasial dengan iklim artik pada puncak ketinggiannya, yang membentuk sebagian sungai-sungai besar Bhutan yang menghasilkan hidro-power. Sebagian besar listrik hasil dari PLTA ini diekspor ke India, negeri tetangganya dan sebaliknya berbagai jenis barang-barang produksi India mengalir di pasar-pasar di Bhutan.

Land use

Berdasarkan kondisi alam yang bergunung-gunung pada ketinggian yang seperti itu, maka pemerintah Bhutan menetapkan 72,5 % adalah kawasan hutan, 7,7% lahan pertanian, 0,1% hortikultur, 3,9% lahan peternakan, pemukiman 0,1% dan sisanya 15,7% adalah kawasan tertutup es, batu cadas, aliran sungai-sungai, dan sebagainya. Hutan-hutan di Bhutan didominasi oleh broadleaf forest (34,3%), hutan konifer (26,5%), scrub forest (8,1%), hutan campuran (broadleaf dan konifer) sekitar 3,4%), dan hutan tanaman 0,2%.

Sejarah Konservasi

Konservasi ternyata bukan konsep baru. Masyarakat Bhutan telah lama hidup selaras dengan alam berabad yang lalu. Dinyatakan oleh Raja ke Empat Bhutan bahwa : “ Telah berabad-abad, masyarakat Bhutan memiliki sumberdaya alam dan telah menjaganya sebagai sumber kehidupan. Penggunaan sumberdaya alam secara tradisional itu telah membawa kehidupan sampai Abad 20 dengan kondisi lingkungan yang masih kaya dan utuh. Kami berharap masih melanjutkan kehidupan yang selaras dengan alam untuk dapat mewariskan warisan kekayaan alam ini bagi generasi mendatang..”

Sejarah Kawasan Konservasi

Seperti negara-negara lainnya, Bhutan memulai menetapkan kawasan konservasinya pada tahun 1960an, pertama kali membuka isolasi negara setelah berabad-abad menutup diri. Taman Nasional Royal Manas ditetapkan pada tahun 1966. Tetapi konsep pengelolaan taman nasional baru ditetapkan pada tahun 1974 dengan deklarasi 8 taman nasional di bagian Utara dan Selatan, dan ditambah penetapan beberapa kawasan konservasi pada tahun 1983. Pada tahun yang sama 3 kawasan konservasi digabung untuk membentuk Suaka Margasatwa Jigme Dorji, yang meliputi seluruh kawasan di Utara dari Bhutan. Dalam perkembangannya, pada tahun 1993 dibentuklah 4 taman nasional, 4 suaka margasatwa, dan 1 cagar alam.


Catatan:

Foto: Hutan di Pegunungan Tinggi (>3000 mdpl) di Kaki Himalaya (Wiratno)

Artikel ini disarikan dari bahan-bahan Tiger Landscape Conservation Workshop di Thimpu, Bhutan;28-31 Mei 2011


Tidak ada komentar:

Posting Komentar