Prinsip Kesatu: Siapkan Prakondisi Internal
Pembenahan internal dimulai dari membangun komunikasi informal-formal dengan seluruh staf agar dapat dimulai proses pemahaman dan penyamaan persepsi tentang status : Kondisi Saat Ini, dan Arah Pengelolaan atau Kondisi Yang Diharapkan. Kesepahaman dan keterbukaan agar didorong untuk dapat dibangunnya nilai-nilai
organisasi (akuntabilitas, keterbukaan, tanggungjawab, kerja kolektif/teamwork, kebersamaan).
Prinsip Kedua: Penataan Kawasan
Kawasan harus ditata ke dalam unit-unit kelola yang lebih kecil, mulai dari Bidang/Seksi Wilayah sampai ke tingkat unit kelola terkecil yang disebut dengan resort. Penataan kawasan ini harus dikaitkan dengan zonasi, potensi, dan persoalan yang dihadapi, sehingga dapat ditetapkan tipologi Bidang/Seksi Wilayah dan tipologi resort.
Prinsip Ketiga: Menyiapkan Sistem Kerja
Dibangun sistem kerja berbasis resort, termasuk mekanisme komunikasi ke Bidang/Seksi Wilayah dan ke Balai dan dukungan pelatihannya. Kerja berbasis resort meliputi kerja internal ke dalam kawasan-patroli, monitoring habitat, survai potensi, dan sebagainya dan kerja eksternal-ke desa-desa dan daerah penyangga, agar lebih memahami tipologi desa/masyarakat terkait interaksi masyarakat-kawasan. Sistem kerja resort akan mendorong dilaksanakannya bottom-up planning secara bertahap. Yang dikoordinasikan di tingkat seksi wilayah, dan berlanjut ke Balai/Balai besar. Nanti dapat diarahkan ke ”perencanaan berbasis kinerja”.
Prinsip Keempat : Data dan Informasi yang Scientific Based
Data spasial dan non spasial yang dikumpulkan harus didasarkan pada tujuan yang spesifik. Data dianalisis harus didasarkan pada teknik atau metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (scientifically sound). Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan kualitas perencanaan, yang didukung dengan pendekatan lintas disiplin ilmu. Data dan informasi yang valid harus dijadikan dasar pembangunan baseline data dan informasi.
Prinsip Kelima: Penyiapan SDM dan Sarpras
Berdasarkan tipologi kawasan dan khususnya tipologi resort dan ”sistem kerja resort”, dapat ditetapkan jumlah, jenis keahlian, kualitas, dan atau kompetensi staf serta dukungan sarana dan prasarana minimal agar Resort dapat bekerja di lapangan, sesuai dengan tipologi setiap resort. Penyiapan SDM termasuk yang memiliki wawasan tentang bagaimana membangun network, kerja team, administrasi proyek, penyiapan tim survai, kerja kolektif, dan sebagainya.
Prinsip Keenam: Membangun Jejaring Kerja
Balai secara bertahap segera membangun komunikasi dengan para pihak luar, khususnya pemkab, pemprov, LSM, pakar, praktisi, pusat studi/kajian, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk membangun sinergitas program/kegiatan di daerah penyangga, sehingga pengelolaan kawasan konservasi dapat lebih difahami dan mendapat dukungan yang memadai dari para pihak-sektor lain, swasta, dan masyarakat di sekitar atau di dalam kawasan konservasi.
Prinsip Ketujuh: Penyelesaian Masalah secara Komprehensif
Berbagai persoalan atau masalah di kawasan konservasi harus diselesaikan berdasarkan ”kajian sejarah” kawasan dan masalah, dengan melakukan pendekatan penyelesaian yang komprehensif serta berpegang pada keseimbangan antara azas keadilan, kemanfaatan, pelestarian, sosio-kultural, dan legalitas. Prinsip ini mengutamakan kajian komprehensif masalah kawasan yang akan menjadi fondasi penyelesaiannya secara sistematis dan multiyear. Penegakan hukum diberlakukan secara selektif pada aktor intelektual penyebab utama munculnya masalah.
Prinsip Kedelapan: Penghormatan pada Hak Masyarakat Adat
Sepanjang keberadaan dan eksistensinya masih ada, maka masyarakat adat harus dilibatkan dalam seluruh proses pengelolaan kawasan secara terpadu dan bertahap, dengan berpegang pada prinsip : ”masyarakat adat sebagai bagian dari solusi” pengelolaan kawasan. Masyarakat setempat yang tinggal berbatasan dengan kawasan, walaupun bukan masyarakat hukum adat, harus diberlakukan sebagai mitra dalam pengelolaan kawasan, termasuk dalam menjaga kawasan.
Prinsip Kesembilan: Pengelolaan Kawasan Sebagai Amanah
Apabila pengelola kawasan konservasi bersikap amanah dalam mengelola kawasan, maka ia harus memegang teguh mandat pengelolaan. Mandat tersebut seharusnya dilaksanakan untuk mencapai tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan, dan dengan mempertimbangan ”8 prinsip good governance”, yaitu konsensus, taat hukum yang berlaku, partisipatif, transparan, akuntabel, efektivitas dan efisiensi, responsif, dan kesetaraan.
Prinsip Kesepuluh: Pemantauan dan Evaluasi
Dibangun Flying Team yang bertugas untuk memantau secara periodik terhadap kegiatan di tingkat Bidang Wilayah/Resort, sehingga perbaikan dapat terus dilakukan, termasuk evaluasi tahunannya yang melibatkan seluruh staf inti, untuk proses pembelajaran bersama. Pemantauan adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik, untuk memastikan bahwa suatu kegiatan yang dilakukan dapat mencapai output yang telah ditetapkan. Evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan pada akhir tahun untuk mengetahui seri dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan mencapai output yang telah ditetapkan.
Prinsip Kesebelas: Kebijakan yang Konsisten
Kesepuluh prinsip tersebut dapat dilaksanakan oleh UPT di seluruh Indonesia, apabila Pusat secara terus menerus mendukung dengan kebijakan yang konsisten, antara lain di bidang rasionalisasi anggaran-berbasis resort dan kondisi spesifik UPT (daerah terpencil, perairan, daerah perbatasan negara), dukungan penyediaan SDM yang memadai, evaluasi kinerja UPT, diberlakukannya mekanisme reward and punishment, dukungan peningkatan profesionalime SDM, dan melakukan pendampingan kepada UPT yang memerlukan bantuan teknis maupun non teknis secara khusus.
Prinsip Kedua: Penataan Kawasan
Kawasan harus ditata ke dalam unit-unit kelola yang lebih kecil, mulai dari Bidang/Seksi Wilayah sampai ke tingkat unit kelola terkecil yang disebut dengan resort. Penataan kawasan ini harus dikaitkan dengan zonasi, potensi, dan persoalan yang dihadapi, sehingga dapat ditetapkan tipologi Bidang/Seksi Wilayah dan tipologi resort.
Prinsip Ketiga: Menyiapkan Sistem Kerja
Dibangun sistem kerja berbasis resort, termasuk mekanisme komunikasi ke Bidang/Seksi Wilayah dan ke Balai dan dukungan pelatihannya. Kerja berbasis resort meliputi kerja internal ke dalam kawasan-patroli, monitoring habitat, survai potensi, dan sebagainya dan kerja eksternal-ke desa-desa dan daerah penyangga, agar lebih memahami tipologi desa/masyarakat terkait interaksi masyarakat-kawasan. Sistem kerja resort akan mendorong dilaksanakannya bottom-up planning secara bertahap. Yang dikoordinasikan di tingkat seksi wilayah, dan berlanjut ke Balai/Balai besar. Nanti dapat diarahkan ke ”perencanaan berbasis kinerja”.
Prinsip Keempat : Data dan Informasi yang Scientific Based
Data spasial dan non spasial yang dikumpulkan harus didasarkan pada tujuan yang spesifik. Data dianalisis harus didasarkan pada teknik atau metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (scientifically sound). Dengan demikian, diharapkan dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan kualitas perencanaan, yang didukung dengan pendekatan lintas disiplin ilmu. Data dan informasi yang valid harus dijadikan dasar pembangunan baseline data dan informasi.
Prinsip Kelima: Penyiapan SDM dan Sarpras
Berdasarkan tipologi kawasan dan khususnya tipologi resort dan ”sistem kerja resort”, dapat ditetapkan jumlah, jenis keahlian, kualitas, dan atau kompetensi staf serta dukungan sarana dan prasarana minimal agar Resort dapat bekerja di lapangan, sesuai dengan tipologi setiap resort. Penyiapan SDM termasuk yang memiliki wawasan tentang bagaimana membangun network, kerja team, administrasi proyek, penyiapan tim survai, kerja kolektif, dan sebagainya.
Prinsip Keenam: Membangun Jejaring Kerja
Balai secara bertahap segera membangun komunikasi dengan para pihak luar, khususnya pemkab, pemprov, LSM, pakar, praktisi, pusat studi/kajian, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk membangun sinergitas program/kegiatan di daerah penyangga, sehingga pengelolaan kawasan konservasi dapat lebih difahami dan mendapat dukungan yang memadai dari para pihak-sektor lain, swasta, dan masyarakat di sekitar atau di dalam kawasan konservasi.
Prinsip Ketujuh: Penyelesaian Masalah secara Komprehensif
Berbagai persoalan atau masalah di kawasan konservasi harus diselesaikan berdasarkan ”kajian sejarah” kawasan dan masalah, dengan melakukan pendekatan penyelesaian yang komprehensif serta berpegang pada keseimbangan antara azas keadilan, kemanfaatan, pelestarian, sosio-kultural, dan legalitas. Prinsip ini mengutamakan kajian komprehensif masalah kawasan yang akan menjadi fondasi penyelesaiannya secara sistematis dan multiyear. Penegakan hukum diberlakukan secara selektif pada aktor intelektual penyebab utama munculnya masalah.
Prinsip Kedelapan: Penghormatan pada Hak Masyarakat Adat
Sepanjang keberadaan dan eksistensinya masih ada, maka masyarakat adat harus dilibatkan dalam seluruh proses pengelolaan kawasan secara terpadu dan bertahap, dengan berpegang pada prinsip : ”masyarakat adat sebagai bagian dari solusi” pengelolaan kawasan. Masyarakat setempat yang tinggal berbatasan dengan kawasan, walaupun bukan masyarakat hukum adat, harus diberlakukan sebagai mitra dalam pengelolaan kawasan, termasuk dalam menjaga kawasan.
Prinsip Kesembilan: Pengelolaan Kawasan Sebagai Amanah
Apabila pengelola kawasan konservasi bersikap amanah dalam mengelola kawasan, maka ia harus memegang teguh mandat pengelolaan. Mandat tersebut seharusnya dilaksanakan untuk mencapai tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan, dan dengan mempertimbangan ”8 prinsip good governance”, yaitu konsensus, taat hukum yang berlaku, partisipatif, transparan, akuntabel, efektivitas dan efisiensi, responsif, dan kesetaraan.
Prinsip Kesepuluh: Pemantauan dan Evaluasi
Dibangun Flying Team yang bertugas untuk memantau secara periodik terhadap kegiatan di tingkat Bidang Wilayah/Resort, sehingga perbaikan dapat terus dilakukan, termasuk evaluasi tahunannya yang melibatkan seluruh staf inti, untuk proses pembelajaran bersama. Pemantauan adalah kegiatan yang dilakukan secara periodik, untuk memastikan bahwa suatu kegiatan yang dilakukan dapat mencapai output yang telah ditetapkan. Evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan pada akhir tahun untuk mengetahui seri dari kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan mencapai output yang telah ditetapkan.
Prinsip Kesebelas: Kebijakan yang Konsisten
Kesepuluh prinsip tersebut dapat dilaksanakan oleh UPT di seluruh Indonesia, apabila Pusat secara terus menerus mendukung dengan kebijakan yang konsisten, antara lain di bidang rasionalisasi anggaran-berbasis resort dan kondisi spesifik UPT (daerah terpencil, perairan, daerah perbatasan negara), dukungan penyediaan SDM yang memadai, evaluasi kinerja UPT, diberlakukannya mekanisme reward and punishment, dukungan peningkatan profesionalime SDM, dan melakukan pendampingan kepada UPT yang memerlukan bantuan teknis maupun non teknis secara khusus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar